Kemen PPPA Desak Usut Kasus Remaja Diperkosa 11 Orang di Sulteng

Kemen PPPA menolak segala bentuk kekerasan terhadap anak

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang dilakukan oleh 11 orang di Sulawesi Tengah.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, mendesak pemerintah daerah pengampu urusan perlindungan anak untuk mendampingi korban sesuai kebutuhan.

Nahar menegaskan bahwa Kemen PPPA menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap anak.

“Kami dari jajaran KemenPPPA mengecam keras kasus pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang diduga dilakukan oleh 11 orang dewasa di Sulawesi Tengah,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (31/5/2023).

Baca Juga: Remaja Putri 15 Tahun di Pagar Alam Diperkosa 3 Pemuda

1. Desak para pelaku pemerkosaan dihukum

Kemen PPPA Desak Usut Kasus Remaja Diperkosa 11 Orang di SultengDeputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar. Dok. Kemen PPPA

Nahar mendorong aparat penegak hukum setempat untuk mengusut kasus hingga tuntas agar para pelaku dapat dihukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Ia juga mendesak penegak hukum memberikan hukuman bagi para pelaku. Menurutnya, negara harus membuktikan komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku.

“Dengan memberikan hukuman bagi para pelaku, negara membuktikan komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku,” ucapnya.

Baca Juga: Kemen PPPA Kecam Kasus Kekerasan Seksual Santri di Lombok Timur 

2. Para pelaku terancam hukuman pidana mati

Kemen PPPA Desak Usut Kasus Remaja Diperkosa 11 Orang di SultengIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, Nahar menjelaskan bahwa para pelaku dapat dikenai pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

Selain dikenakan sanksi pidana, para pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas atau tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Nahar mengatakan, hukum kebiri itu dapat diterapkan mengingat pemerkosaan dilakukan lebih dari satu orang dan mengakibatkan korban mengalami gangguan atau hilangnya fungsi reproduksi, serta pelaku merupakan guru dan kepala desa yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak.

Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur pasal 76 D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam hukuman pidana sebagaimana ditegaskan dalam pasal 81 UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Adapun restitusi sebagaimana dimaksud berupa ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis atau psikologis.

“Dan ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ucapnya.

Baca Juga: KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan Perempuan

3. Kemen PPPA terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat

Kemen PPPA Desak Usut Kasus Remaja Diperkosa 11 Orang di SultengIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mia Amalia)

Kemen PPPA, kata dia, telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Tengah.

Koordinasi ini untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, dan penanganan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Adapun hasilnya, Nahar menyampaikan, korban saat ini telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik pasca kekerasan seksual terjadi.

“Dari hasil pemeriksaan kesehatan, terinfo bahwa korban mengalami gangguan reproduksi sehingga perlu mendapatkan penanganan medis lebih lanjut,” ucap Nahar.

“Sedangkan untuk pemeriksaan psikologis belum dapat dilaksanakan karena korban masih dalam perawatan intensif di rumah sakit,” sambungnya.

Baca Juga: Ayah Bunuh Anak di Gresik, Kemen PPPA: Bukti Buruknya Pengasuhan

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya