Pemerintah Didesak Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Trisakti

Jokowi didesak segera bentuk pengadilan HAM Ad Hoc

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia telah mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat pada tragedi penembakan mahasiswa Universitas Trisakti dan peristiwa penembakan Semanggi I dan II.

Amnesty Internasional Indonesia mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo segera membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, sekaligus menginstruksikan Jaksa Agung untuk menyidik tuntas kasus tersebut.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan hingga kini aktor utama di balik penembakan itu masih belum terungkap dan diadili.

"Tragedi penembakan mahasiswa Universitas Trisakti tidak boleh diabaikan, apalagi kasus ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia berat yang sudah diakui negara,” kata dia dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Jumat (12/5/2023).

1. Keluarga dan korban berhak mendapat keadilan

Pemerintah Didesak Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus TrisaktiANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Usman mengatakan bahwa keluarga dan para korban berhak mendapatkan keadilan atas apa yang mereka alami. Setiap hari, keluarga korban, dikatakan Usman selalu bertanya-tanya sampai kapan negara akan menunda keadilan itu.

Demikian pula keluarga korban dari tragedi serupa lainnya seperti Tragedi Semanggi I dan Semanggi II yang telah diselidiki secara paralel oleh Komnas HAM.

Usman menceritakan, Sumarsih, orangtua Wawan Mahasiswa Atmajaya yang tewas ditembak saat Tragedi Semanggi I menggelar aksi diam dan mengenakan baju hitam setiap hari kamis.

Aksi itu sebagai simbol untuk mendesak negara untuk mengusut dan menuntut pihak-pihak yang bertanggung yang hingga kini masih melenggang bebas.

Baca Juga: Bareng Mahasiswa Trisakti, Moeldoko Bahas Pelanggaran HAM

2. Pelanggaran HAM berat terancam muncul jika diabaikan

Pemerintah Didesak Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus TrisaktiPotret Kerusuhan 98 (wikipedia.org)

Usman mendesak negara mengusut tuntas kasus ini, termasuk memenuhi hak korban dan menghukum pelaku secara efektif melalui pengadilan HAM.

Cara ini akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah terjawab selama 25 tahun.

“Bila kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi tidak diusut tuntas, pelanggaran HAM berat serupa akan terus berulang dan kebenaran tidak akan terungkap,” ucap dia.

3. Mengenang tragedi 12 Mei 1998

Pemerintah Didesak Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus TrisaktiDemontrasi yang dilakukan Aremania untuk menuntut keadilan Tragedi Kanjuruhan. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 adalah peristiwa penembakan terhadap empat Mahasiswa Trisakti saat berlangsung demonstrasi untuk menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

Pada saat itu, empat orang mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto dan Hendriawan Sie meninggal ditembak aparat keamanan. Sementara korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Hingga kini, keluarga korban yang didukung mahasiswa dan pembela HAM terus mendesak negara untuk segera mengusut tuntas kasus Tragedi Trisakti.

Pasalnya, keluarga korban masih kecewa dengan proses hukum yang digelar pada tahun 1998 dan 2002 di Pengadilan Militer karena hanya mengadili perwira bawahan dari sejumlah personel Polri yang diduga terlibat dan tidak membawa pelaku penanggungjawab utama ke pengadilan.

Pada 2001 silam, Pansus DPR, yang dibentuk atas desakan keluarga korban dan mahasiswa, menyimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti, begitu pula dengan kasus Semanggi I dan Semanggi II, serta merekomendasikan penyelesaian melalui proses yang sedang berjalan di pengadilan umum atau pengadilan militer. Hasil itu mengecewakan keluarga korban.

Keluarga korban dan mahasiswa juga mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan pada 2001.

Dalam temuan Komnas HAM, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti.

Hasil penyelidikan Komnas HAM itu diberikan kepada Kejaksaan Agung untuk segera dilakukan penyidikan sesuai UU No. 26 tahun 2000, pada April 2002. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut penyidikan dari Kejaksaan Agung.

“Amnesty International Indonesia mengingatkan bahwa setiap kegagalan untuk menyidik atau membawa mereka yang bertanggung jawab ke muka pengadilan memperkuat keyakinan para pelaku bahwa mereka memang tidak tersentuh oleh hukum,” ucap Usman.

Baca Juga: Rindu Tak Berujung Lasmiati pada si Sulung, Korban Trisakti 1998

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya