Setara Institute Desak MA Cabut Larangan Nikah Beda Agama

Diskriminatif dan langgar HAM

Jakarta, IDN Times - Setara Institute mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023, tentang larangan pengadilan mengabulkan pencatatan perkawinan beda agama.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menilai larangan pencatatan pernikahan yang dituangkan dalam surat edaran ini merupakan sebuah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Halili pun mendesak MA agar mencabut SEMA Nomor 2 Tahun 2023, karena tidak sesuai secara filosofis dan sosiologis maupun yuridis.

Dia menjelaskan Pasal 28 E ayat 1 dan 2 Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 memberikan jaminan semua warga negara untuk memeluk agama apapun.

“Oleh karena itu karena ketidaksesuaian dengan aspek filosofis sosiologis dan  yurisdis itu MA harus mencabut SEMA itu,” kata dia kepada IDN Times, Rabu (19/7/2023).

Baca Juga: MA Larang Pengadilan Kabulkan Pencatatan Pernikahan Beda Agama

1. Memuat unsur politik

Setara Institute Desak MA Cabut Larangan Nikah Beda AgamaIlustrasi pernikahan (pixabay.com/stocksnap)

Menurut Halili dikeluarkannya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 sarat akan politis, karena diteken setelah Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto meminta agar pencatatan itu tidak dilakukan pengadilan. Menurut dia, langkah ini jelas bersifat politis.

“Jadi rusak kita supresmasi hukum kita kalau lembaga peradilan tunduk kepada tekanan aktor-aktor politik di kekuasaan apapun, baik eksekutif dan legislatif,” kata dia.

2. Tidak kompatibel dengan negara Pancasila

Setara Institute Desak MA Cabut Larangan Nikah Beda AgamaIlustrasi Pernikahan (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Halili, surat edaran yang baru saja diteken Ketua MA Muhammad Syarifuddin itu tidak kompatibel dengan Indonesia yang memilih Pancasila sebagai dasar negara.

Di samping itu, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tersebut juga tidak kompatibel dengan nilai-nilai kebinekaan.

“Pancasila itu mengakomodasi keberagaman dan keagamaan,” ujar Halili.

3. Berpotensi langgar tiga hak dasar warga negara

Setara Institute Desak MA Cabut Larangan Nikah Beda Agamaunsplash.com/@soroushkarimi

Halili menjelaskan jika SEMA ini diterapkan akan melanggar tiga hak dasar manusia. Pertama, memilih pernikahan dengan siapa pun atas dasar agama apapun itu bagian dari kebebasan agama yang harus dijamin.

Kedua, setiap orang punya hak atas layanan kependudukan. Maka kalau tidak ada ruang bagi yang menikah antaragama untuk dicatat dalam proses kependudukan melalui penetapan peradilan itu, maka ada ruang pelanggaran atas hak layanan kependudukan itu.

Terakhir, SEMA ini potensial menjadi justifikasi stigmatisasi sosial yang selama ini berlangsung. Bahkan, peliknya lagi, SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini cenderung deskriminatif.

“Karena stigmanya orang nikah beda agama itu dilarang agama tidak betul menurut ajaran agama tertentu atau bahkan misalnya disebut tindakan zina,” kata dia.

“Itu cara pandang konservatif dalam agama dan SEMA berpotensi menjustifikasi stigmatisasi sosial yang selama ini berlangsung atas teman teman yang memilih menikah beda agama,” sambung Halili.

Sebelumnya, MA melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan.

Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan yang diteken oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Senin, 17 Juli 2023.

"Para hakim harus berpedoman pada ketentuan: Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan," kata Syarifuddin dalam baleid tersebut.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya