Amnesty Desak Polri Bebaskan Mahasiswi yang Unggah Meme Jokowi-Prabowo

- Amnesty International Indonesia mendesak Polri bebaskan mahasiswi ITB SSS yang ditangkap karena unggah meme Prabowo-Jokowi di media sosial
- Penangkapan bertentangan dengan putusan MK dan dianggap kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital
- Konfirmasi penangkapan disampaikan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri, SSS dituduh melanggar UU ITE dan terancam hukuman 6 tahun penjara atau denda Rp1 miliar
Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) mendesak Polri untuk membebaskan mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), SSS, yang mengunggah meme Prabowo-Jokowi di media sosial. Direktur AII, Usman Hamid mengatakan penangkapan terhadap SSS menjadi cerminan polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter di ruang digital.
"Padahal, eksepresi damai seberapapun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukan lah tindak pidana. Respons Polri yang menangkap SSS merupakan bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital," ujar Usman seperti dikutip dalam keterangan tertulis pada Jumat (9/5/2025).
Penangkapan terhadap mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain itu juga bertentangan dengan semangat terbaru putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di dalam putusan itu, kata Usman, tertulis keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.
"Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons represif di ruang publik," katanya.
1. Kriminalisasi di ruang digital akan menciptakan iklim ketakutan masyarakat

Lebih lanjut, Usman menegaskan kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik di dalam hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Ia tak menampik kebebasan itu dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, tetapi standar HAM internasional menganjurkan agar tidak dilakukan pemidanaan bagi praktik kebebasan berpendapat. Di sisi lain, lembaga negara termasuk presiden bukan lah suatu entitasi yang dilindungi reputasinya oleh hukum HAM.
"Kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik," katanya.
2. Amnesty ingatkan negara demokrasi tidak boleh anti terhadap kritik

Usman juga mengingatkan negara demokrasi tidak boleh antikritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman. Penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dianggap taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik.
"Maka, Polri harus segera bebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK," kata Usman.
Amnesty menyebut kriminalisasi lewat penerapan UU ITE tidak hanya menghukum korban tetapi juga menimbulkan trauma psikologis bagi keluarga mereka. "Dalam beberapa kasus, korban harus terpisah dari keluarga, khususnya ketika proses hukum berjalan akibat penahanan dan pemenjaraan. Ini merupakan taktik yang represif dan tidak adil," tutur dia.
3. Mahasiswi ITB ditangkap di kost di Jatinangor

Sementara, konfirmasi penangkapan terhadap SSS disampaikan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko pada hari ini. SSS ditangkap pada Selasa kemarin di kamar kost-nya di Jatinangor, Jawa Barat.
"Benar, seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses," ujar Trunoyudo.
SSS dituduh telah melanggar Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 dan/atau Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang ITE. Salah satu unsur di dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE yakni mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik. Bila kasus ini bergulir hingga ke meja hijau, maka SSS terancam hukuman bui paling lama 6 tahun atau denda senilai Rp1 miliar.