TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Draf UU Cipta Kerja Berubah-Ubah, YLBHI: DPR Gak Logis

UU Ciptaker dinilai lahir dari proses yang cacat formil

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, pernyataan DPR RI terkait draf Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sudah rampung pada pengambilan keputusan tingkat I, tidak sinkron dengan kondisi saat ini. Sebab, menurut dia, apabila memang draf tersebut sudah rampung dibahas, maka tidak perlu ada lagi format yang perlu direvisi.

"Betul, kan mereka sendiri yang bilang sudah jadi di tahap I, kenapa sudah tahap II masih diubah? Itu kalau pakai logika mereka ya," ujar Asfin kepada IDN Times saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja Berubah Tiga Kali, DPR: Ada Penyempurnaan Redaksi

1.Tanda titik, koma, hingga garis miring sangat penting dalam kacamata hukum

Pasal mengenai upah dalam UU Ciptaker dan UU Ketenagakerjaan (IDN Times/Arieh Rahmat)

Asfin menekankan, penggunaan tanda baca seperti titik, koma, hingga garis miring memiliki arti penting dalam kacamata hukum. Sehingga dia mempertanyakan pernyataan DPR tentang selesainya pembahasan UU Ciptaker pada pengambilan keputusan tahap I.

"Kalau emang itu fix di tahap I, kenapa ada perubahan di tahap II? Itu kan gak sinkron, karena masalahnya titik koma di dalam hukum sangat penting, bahkan garis miring aja itu penting banget," ujar dia.

2. Asfin menilai UU Ciptaker lahir dari proses yang catat secara formil

Sejumlah buruh perempuan melakukan aksi damai menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (8/10/2020) (ANTARA FOTO/ Ardiansyah)

Asfin mengatakan, dengan berbagai macam situasi yang kontroversial tersebut, UU Ciptaker lahir dari sebuah proses yang catat secara formil. Urusan formil, lanjut dia, adalah urusan yang dibuat untuk memastikan tidak terjadinya penyelundupan substansi.

"Ini lagi-lagi menunjukkan banyak masalah dalam proses secara formil," ujar dia.

3. Sekjen DPR RI menyebut belum ada draf final UU Ciptaker saat pengambilan keputusan tingkat II bukan masalah

Sekjen DPR RI, Indra Iskandar (Instagram.com/dpr_ri)

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar sebelumnya mengatakan, belum adanya draf final UU Ciptaker saat pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI pada Senin 5 Oktober 2020, namun itu bukan menjadi masalah. Sebab, substansi UU Ciptaker sudah selesai pada pembahasan pengambilan keputusan tingkat I.

“Paripurna itu bukan untuk membahas substansi lagi. Tapi sudah mengambil keputusan untuk setuju atau tidak setuju,” kata Indra saat dihubungi, Senin 12 Oktober 2020.

4. Tujuh hari setelah pengesahan, draf UU Ciptaker masih dalam proses perbaikan format dan membenarkan salah ketik

Tujuh tahap pembahasan UU Cipta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Tujuh hari setelah pengesahan, Indra mengatakan, draf UU Ciptaker masih dalam proses perbaikan format dan membenarkan salah ketik yang terjadi setelah direvisi.

Artinya, kata Indra, substansi dalam draf UU Ciptaker yang dibagikan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR kepada wartawan, tidak berbeda dengan draf yang akan diteken Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

“Format aja (yang sedang direvisi). Jadi kalau untuk substansi sudah selesai di tingkat I dan catatan di Badan Musyawarah (Bamus),” ujar Indra.

Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 812 Halaman, Begini Alasan DPR

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya