TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Keraguan di Balik Ancaman Virus Corona: Indonesia Kebal Covid-19?

Indonesia diklaim tak mampu deteksi Covid-19

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Disa tersenyum kepada wartawan begitu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, setelah 14 hari menjalani observasi virus corona (Covid-19) di Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (15/2). Disa semakin semringah, saat melihat sang ibunda menyambut kedatangannya.

Mahasiswi 18 tahun itu salah satu dari 238 warga negara Indonesia yang harus melewati masa observasi di Natuna, setelah kepulangannya dari wilayah terinfeksi virus corona di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok (2/2).

Selama di Natuna, Disa dan teman-temannya harus menjalani pemeriksaan suhu tubuh setiap harinya.

"Ditanya ada keluhan (sakit) atau gak. Kalau misalnya ada keluhan sedikit, dikasih obat langsung. Pokoknya tiap hari rutin cek suhu badan," tutur Disa, kepada IDN Times di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (15/2).

Selain pemeriksaan suhu tubuh, Disa juga harus rutin olahraga selama di Natuna. Selain olahraga dan cek kesehatan, ia bersama ratusan WNI lain mendapat makanan bergizi setiap harinya demi menjaga kesehatan tetap bugar.

Diharapkan, dengan kondisi tubuh sehat dan bugar, kekebalan tubuh lebih stabil. Sehingga mereka kebal dari virus corona.

"Pasti tiap hari olahraga, makan makanan yang bergizi, gak boleh capek pokoknya, harus rutin jaga kesehatan," ujar Disa.

Observasi ini dilakukan untuk memastikan Disa bersama ratusan WNI dari Wuhan tidak membawa virus corona masuk ke Indonesia, di tengah ancaman virus mematikan ini di berbagai negara.

1. Berawal dari salah kutip, Australia sebut Indonesia tidak mampu identifikasi Covid-19

Kepala Lembaga Eijkman Amin Subandriyo (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Walaupun telah memulangkan ratusan WNI dari Wuhan, pusat virus corona muncul, dan terdapat pasien suspect virus corona, pemerintah Indonesia mengklaim masih bebas dari virus yang telah membunuh dua ribu orang lebih itu.  

Alih-alih menjadi kabar menggembirakan, klaim itu justru menimbulkan keraguan. Keraguan itu muncul dari negara lain. Bahkan, warganya sendiri.

Keraguan itu muncul pertama kali dari Australia. Saat salah satu media Australia The Sydney Morning Herald (SMH) menyebutkan, Indonesia tak mampu melakukan pengecekan Covid-19. Media tersebut mencantumkan kutipan perbincangan dengan Kepala Lembaga Eijkman Institute for Molecular Biology Profesor Amin Soebandrio.

Namun Amin membantah tidak memiliki reagen khusus untuk mendeteksi virus corona. Menurut Amin ada kesalahan mengutip dari yang ia bicarakan kepada SMH. 

"Oh iya sekarang ini ya, jadi itu quotes yang salah dari media Australia. Jadi bahwa Indonesia tidak mampu, itu salah sekali, karena kita punya laboratorium, kita punya laboratorium yang banyak dan cukup mumpuni untuk mendeteksi biologi molekuler," ujar Amin saat dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (1/2).

Menurut Amin banyak laboratorium biologi molekuler yang mumpuni untuk mendeteksi virus corona di Indonesia. Bahkan, ia mengatakan Eijkman Institute sebagai lembaga peneliti sudah sejak lama meneliti keluarga virus corona.

"Nah, saat ini yang melakukan pemeriksaan itu kan resminya di Litbangkes (Kementerian Kesehatan), tapi Lembaga Eijkman sebagai lembaga penelitian, kami sudah lama melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi corona virus, tapi tidak spesifik coronavirus 2019 ini," ujar dia.

(IDN Times/Arief Rahmat)

2. Kemenkes merasa terganggu dengan pernyataan media Australia

Sekretaris Dirjen P2P Kemenkes Achmad Yurianto (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Senada dengan Amin, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan Indonesia sudah mampu mendeteksi virus corona.

Yurianto menyampaikan kekesalannya dengan pernyataan media Australia itu. Lelaki yang akrab dipanggil Yuri itu mengatakan, seluruh tim kesehatan dalam negeri terganggu dengan pernyataan SMH.

"Laboratorium Indonesia itu terakreditasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), bahwa kita sudah mampu melakukan itu, semua ini akreditasi internasional loh, WHO loh. Lalu kalau negara lain tidak mengakui itu maksudnya apa," ujar Yuri saat dihubungi IDN Times, Sabtu (1/2).

Menurut Yurianto, mendeteksi keluarga virus corona sering dilakukan tim kesehatan di Indonesia. Misalnya, pendeteksian virus corona bertipe middle east yang selalu dilakukan pada 1,4 juta jemaah haji dan umrah yang pulang dari Arab Saudi per tahunnya.

"Terus kemudian corona virus itu kecil. Kita setiap hari, sepanjang tahun tuh 1,4 juta jemaah haji umrah itu pulang berpotensi membawa pulang corona virus juga, tetapi yang jenisnya middle east yang flu unta, itu kita melotot tiap hari gak ada apa-apa," ujar dia.

Yurianto menegaskan Indonesia sudah mampu mengidentifikasi Covid-19 yang mematikan tersebut, karena Indonesia telah memiliki kemampuan mendeteksi virus corona dengan lebih cepat.

"Artinya, ada tahapan yang bisa dilompatin agar bisa lebih cepat. Kemarin, misalnya kita pakai sepeda, sekarang ada sepeda motor kenapa gak," tutur pria yang juga seorang dokter itu. 

3. Ada keraguan di masyarakat tentang kemampuan Indonesia deteksi Covid-19

(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Walaupun lembaga penelitian dan Kementerian Kesehatan telah membantah hal tersebut, publik masih menyimpan keraguan terhadap kemampuan Indonesia mendeteksi Covid-19.

Misalnya, Political Scientist and Senior Researcher di The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Evan Laksmana. Ia pernah meminta Kemenkes menjelaskan secara detail maksud dari laboratorium berstandar WHO.

Teman2 media perlu kejar lebih jauh. Seperti apa prosedur yang digunakan menguji? Apa toolkits nya? Bagaimana dengan masa inkubasi? Kok bisa cepat tes definitifnya?Ga bisa terima at face value 'sesuai standar WHO' tapi ga ada penjelasan lebih lanjut,” ujar Evan melalui akun Twitter pribadinya @EvanLaksmana, Minggu (2/2).

Bukan hanya Evan, jurnalis senior sekaligus Editor in Chief IDN Times Uni Lubis pun sepakat, harus ada penjelasan secara detail dari Kemenkes tentang laboratorium atau langkah pendeteksian Covid-19 yang dilakukan Indonesia.

Setuju,” ujar Uni Lubis melalui akun Twitter resminya @unilubis, merespons twit Evan.

Keraguan itu juga diungkapkan para millennial Indonesia. Umara misalnya, ia mengatakan, kemungkinan adanya penularan Covid-19 mungkin saja terjadi di Indonesia.

Walau pun memang tidak ada penularan, setidaknya pria 21 tahun itu menilai pemerintah, khususnya Kemenkes, harus melakukan antisapi medis untuk mencegah penularan virus corona.

“Mungkin ada (orang di Indonesia) yang bisa terjangkit, tapi penularannya gak bisa terlalu cepat, aku udah sering ngobrol sama dokter-dokter yang aku kenal, katanya virus itu gak bisa berkembang secara cepat di Indonesia karena perbedaan iklim. Cuma ada baiknya Indonesia antisipasi, soalnya kan minim (penularan) tapi harus antisipasi,” ujar Umara kepada IDN Times, Senin (24/2).

Hal sama juga disampaikan Arief, kemungkinan penularan Covid-19 di Indonesia itu ada. Namun, ia mengira penularan tersebut terjadi di antara kalangan masyarakat kalangan menengah atas. Karena kalangan ini lah yang mampu melakukan perjalanan ke negara terinfeksi.

Bahkan, Arief menduga adanya penutupan informasi terhadap penularan Covid-19, karena pihak-pihak yang terinfeksi berasal dari kelas atas.

“Ada, mungkin ya, percaya tapi itu yang kena kalangan atas, malah orang-orang yang kaya yang kena. Karena jalan-jalan kan, orang-orang kalangan bawah kan soalnya masuk angin paling mentok,” ujar dia kepada IDN Times, Senin (24/2).

4. Menggunakan pendekatan screening dan sequencing untuk deteksi virus corona

Ilustrasi (IDN Times/Surya Aditya)

Amin lantas menjelaskan, proses pendeteksian Covid-19 yang dilakukan Indonesia melalui pendekatan screening dan sequencing. Pertama, screening dilakukan untuk melihat apakah keluarga virus corona terdapat di dalam tubuh pasien.

Lalu, apabila terdeteksi keluarga virus corona, akan diambil langkah sequencing yaitu memastikan apakah virus corona tersebut merupakan Covid-19 atau bukan.

"Ini pendekatan yang kita pakai adalah mendeteksi virus corona, seluruhnya keluarga dari virus corona itu akan dideteksi. Nanti kalau-kalau positif akan di-sequencing untuk dilihat, apakah itu betul-betul virus corona 2019 apa gak," ujar Amin kepada  IDN Times, Sabtu (1/2).

Menurut Amin, cara itulah yang kemudian berbeda dengan pendeteksian virus corona di luar negeri. Sehingga, negara lain menganggap Indonesia tak mampu mendeteksi virus corona. Padahal cara pendeteksian ini juga dapat digunakan.

"Nah itu yang kami pakai. Itu yang kemudian mungkin dianggap berbeda dengan dilakukan di luar negeri, sehingga mereka menganggap kita tidak bisa ya," ujar dia.

Amin juga mengatakan, walaupun berbeda pendekatan dalam pendeteksian dengan cara umum, tetapi cara itu juga masih digunakan negara lain.

"Di mana yang kemarin kita gunakan pendekatan yang berbeda tidak berarti tidak bisa dideteksi ya, jadi cara deteksi virus kan beda-beda. Tapi cara yang kami pakai pun itu masih dipakai di luar negeri untuk mendeteksi virus corona," kata dia.

Jika media Australia mempertanyakan tentang reagen Covid-19, Amin menyebut, saat ini Indonesia telah memiliki kit reagen untuk mendeteksi langsung virus mematikan tersebut. Cara pendekatan yang dilakukan tetap sama, tetapi kit tersebut mampu mendeteksi virus corona secara spesifik.

"Pendekatannya sama, perbedaannya gak ada, waktunya juga sama sih, cuma ada perbedaan-perbedaan di primernya, ya. Jadi ini agak detail ya sepertinya agak panjang penjelasannya. Maksud saya supaya gak salah tangkap bahwa metode yang dipakai, prinsip pendekatan yaitu sama dengan yang pertama. Perbedaannya bagian-bagian yang di PCR dan di-sequencing sedikit berbeda, tetapi tidak terlalu signifikan. Intinya adalah bisa mendeteksi," kata Amin.

(IDN Times/Arief Rahmat)

Baca Juga: Arab Saudi Larang Jemaah Umrah, Dokter: Efektif Cegah Virus Corona

5. Sebanyak 74 WNI masih terjebak di kapal pesiar Diamond Princess jadi ancaman baru penularan Covid-19 ke Indonesia

Ilustrasi (Dok IDN Times/Istimewa)

Yuri menjelaskan, kapal pesiar Diamond Princess yang membawa 74 Anak Buah Kapal (ABK) WNI di dalamnya menjadi episentrum baru bagi Covid-19. Artinya, semua penumpang dan kru yang berada di kapal jenis curise itu berpotensi terinfeksi virus corona, termasuk 74 WNI tersebut.

Bahkan, menurut analisa Kemenkes, persentase orang yang terkonfirmasi terjangkit virus di dalam kapal tersebut lebih tinggi dibandingkan lokasi awal kemunculan Covid-19. Persentase orang yang terkonfirmasi kena virus itu di Diamond Princess mencapai 15 persen.

Sedangkan, di Provinsi Hubei, Tiongkok, jumlah warga yang terinfeksi hanya mencapai 5 persen saja. Oleh sebab itu, Yuri menyarankan, semua orang yang sempat berada di kapal itu harus diawasi. 

“Kita kemudian perlu memberikan perhatian khusus terhadap (penumpang dan kru di) Diamond Princess. Ternyata kapal ini sudah menjadi episentrum baru yang analog dengan apa yang terjadi di Kota Wuhan. Artinya, orang yang berada di dalam itu sudah sangat-sangat mungkin ketularan. Kalau di Wuhan di Hubei khususnya, kalau kita lihat maka kejadian confirmed Covid ini hanya sekitar 5 persen dari populasi yang ada di situ, tetapi di kapal ini angkanya sudah 15 persen. Berarti, sudah lebih harus harus diawasi,” ungkap Yuri, ketika memberikan keterangan pers di Gedung Adyatma Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/2). 

Itu sebabnya pemulangan 74 WNI kru Diamond Princess lebih hati-hati. Kemenkes telah menyiapkan dua pilihan yaitu pulangan melalui jalur laut dan jalur udara. Untuk jalur laut, Kapal Republik Indonesia (KRI) Shoeharso 990. Kapal ini didesain khusus untuk menjadi rumah sakit apung. 

6. Belum sembuh keraguan masyarakat, kabar heboh kembali datang dari WNA Jepang positif Covid-19

Ilustrasi (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Di tengah keraguan masyarakat dunia pada Indonesia mendeteksi virus corona, baru-baru muncul kabar warga negara asing (WNA) asal Jepang teridentifikasi positif Covid-19 pada Rabu (19/2).

Yang mengagetkan, WNA Jepang tersebut belum lama berkunjung ke Indonesia sebelum ia dinyatakan positif. Ia terbang ke Indonesia empat hari sebelumnya, Sabtu (15/2).

Pemerintah Indonesia pun buka suara. Yuri mengatakan, saat ini Kementerian Kesehatan belum mengantongi data dari WNA Jepang tersebut. Sehingga, sampai kini Indonesia masih menunggu hasil koordinasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo terkait hal tersebut.

"Belum ada data ID orangnya dan destinasi yang dikunjungi di Indonesia. Pihak KBRI Tokyo sudah berkoordinasi dengan pihak terkait," kata Yuri kepada IDN Times melalui pesan singkat, Jumat (21/2).

Sebelum kabar tersebut muncul, Yuri mengatakan, berdasarkan informasi dari imigrasi ada 118 WNA, yang di dalamnya terdapat warga Jepang, ditolak masuk ke Indonesia. Karena puluhan WNA tersebut diketahui sedang dalam kondisi sakit.

Yuri menyebutkan, penolakan WNA itu didasari dari hasil proses karantina kesehatan. Dari karantina kesehatan muncul hasil bahwa mereka sedang dalam keadaan sakit. Maka, imigrasi mempersilakan mereka kembali ke negara asalnya.

“Terakhir yang kami dengar (ditolak masuk ke Indonesia karena sakit), bukan dari Jepang, yang mendarat dari Minangkabau, Padang, itu dari Tiongkok. Itu ada yang sedang dalam keadaan sakit, maka kita minta untuk kembali lagi,” kata dia, yang menambahkan beberapa penyakit yang diderita WNA tersebut demam dan batuk.

Karantina kesehatan menjadi salah satu cara Indonesia mencegah masuknya Covid-19 ke tanah air. Kementerian Kesehatan langsung memeriksa kesehatan terhadap WNA yang berasal dari negara terinfeksi virus corona. Lalu, hasil itu pun diserahkan ke bagian imigrasi sebagai pihak yang berwenang menolak atau menerima kunjungan. 

“Ini bukan tentang negara mana, kita berbicara tentang penyakit. Jadi yang kemudian yang berasal dari negara infected, negara yang warnanya oranye gitu ya, ada confirmed kasus positif. Datang ke Indonesia kemudian membawa kondisi yang tidak sehat panas dan sebagainya, setelah diperiksa oleh kantor kesehatan karantina, maka akan menjadi masukan buat imigrasi untuk memutuskan anda kembali lagi atau tidak,” ujar dia. 

Baca Juga: Dua Warga Pakistan Terinfeksi Virus Corona Setelah Pulang dari Iran

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya