TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tudingan Penyelundupan Pasal Eks Napi Koruptor, KPU: Ikuti Putusan MK

KPU bantah selundupkan pasal soal eks napi koruptor nyaleg

Ketua KPU Hasyim Asyari saat ditemui di DPR pada Senin (6/2/2023). (IDN Times/Melani Putri)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) angkat bicara mengenai tudingan penyelundupan pasal yang mengatur eks narapidana korupsi bisa mendaftar sebagai calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2024.

Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, kembali membantah pihaknya tidak pernah menyelundupkan pasal, tapi hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“KPU tidak menyelundupkan pasal, namun melaksanakan putusan MK,” ujarnya, Jakarta, Sabtu (27/5/2023).

Baca Juga: KPU Bantah Dugaan Selundupkan Pasal PKPU soal Eks Koruptor Nyaleg

1. Penjelasan KPU mengenai eks napi koruptor boleh nyaleg

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (IDN Times/Ilyas Mujib)

Hasyi menjelaskan MK telah menerbitkan Putusan MK 87/PUU/-XX/2022. Dia mengatakan putusan itu memuat permohonan, jawaban, pertimbangan Mahkamah, kesimpulan dan amar.

Hasyim menegaskan dalam penyusunan Peraturan KPU (PKPU), pihaknya merujuk dan menjadikan Putusan MK tersebut sebagai sumber hukum.

“Dalam membaca amar Putusan MK, KPU merujuk kepada Pertimbangan Mahkamah,” ujarnya.

Secara formal dan prosedural dalam pembentukan PKPU, Hasyim menyatakan, KPU telah menempuh prosedur uji publik, konsultasi kepada DPR RI sebagai pembentuk undang-undang.

Kemudian melakukn harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenumham) sebelum kemudian peraturan tersebut nantinya diundangkan.

Baca Juga: ICW Soroti Pasal Selundupan di Peraturan KPU, Soal Caleg Eks Koruptor

2. Penjelasan terkait jeda waktu bagi eks napi untuk nyaleg pada Pemilu 2024

ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Lebih lanjut, Hasyim menjelaskan, Putusan MK 87/PUU/-XX/2022 telah menjatuhkan putusan terhadap uji materi Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. Menurut dia, MK telah menyatakan norma tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

Hasyim kemudian memberikan simulasinya. Mantan terpidana korupsi yang diputus pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih, dan pidana tambahan pencabutan hak politik tiga tahun tetapi yang bersangkutan bebas murni (berstatus mantan terpidana) pada 1 Januari 2020.

Jika mendasarkan pada amar putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022, maka jeda waktu untuk dapat dipilih harus melewati lima tahun, sehingga jatuh pada 1 Januari 2025.

Namun oleh hakim pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung (MA), dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik selama tiga tahun, maka yang bersangkutan sejak bebas murni pada 1 Januari 2020 tentunya memiliki hak untuk dipilih pada 1 Januari 2023, sehingga ketentuan jeda waktu sesuai amar putusan MK tidak berlaku pada situasi ini.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya