TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indeks Kebebasan Pers Merosot, Jurnalis Indonesia Tidak Dilindungi?

Sudahkah kemerdekaan pers dalam konteks HAM berjalan baik?

Seminar Nasional, HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia (IDN Times/Anata Siregar)

Jakarta, IDN Times - "Pers yang bebas tentu saja, bisa baik atau buruk. Tetapi, tanpa kebebasan, pers akan menjadi buruk."

Begitulah kalimat tersohor dari Albert Camus, filsuf Prancis yang juga berprofesi sebagai jurnalis, yang dikutip Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins, Selasa (10/12).

Kalimat itu mengawali diskusi mengenai kebebasan pers di Indonesia, termasuk perlindungan dan keselamatan jurnalis dalam dua tahun terakhir. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyebut Indeks Kebebasan Pers di Indonesia memburuk menyusul serentetan peristiwa kekerasan terhadap jurnalis di negeri ini.

Pada 2018, IKP Indonesia menduduki peringkat 124 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018 versi Repoters Without Borders. "Dan mungkin indeks kita akan lebih jelek lagi (tahun ini)," kata Ketua AJI, Abdul Manan dalam Seminar Nasional 'HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan, dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia' di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa (10/12).

Baca Juga: 3 Faktor Ini Dinilai Hambat Kebebasan Pers, Kesejahteraan Wartawan Salah Satunya

1. Puluhan kasus kekerasan terhadap jurnalis, sebagian dilakukan aparat polisi

IDN Times/Margith Juita Damanik

Ketua AJI Abdul Manan mengatakan peringkat rendah Indonesia Indeks Kebebasan Pers itu dipicu berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di tanah Air. Angka itu diprediksi terus merosot dengan berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun ini.

Dia menyebut ada 15 kasus terhadap wartawan dalam kasus kerusuhan yang terjadi di depan Gedung Bawaslu pada 21-22 Mei 2019. Sembilan kasus di antaranya dilakukan oleh polisi. Kasus kekerasan terhadap wartawan terus terjadi, termasuk saat demonstrasi mahasiswa pada 23 hingga 30 September lalu.

"Lalu kasus kekerasan terhadap wartawan di Makassar, pelarangan peliputan di Jayapura. Dengan peristiwa-peristiwa itu kalau ada yang menyebut Indeks Kebebasan Pers Indonesia akan lebih baik, saya kira itu sebuah keajaiban," tegasnya dalam seminar yang diselenggarakan AJI, Medialink, LPDS, Tempo Institute dan SEJUK tersebut.

2. Pemerintah serahkan peran penting kebebasan pers di tangan ekosistem pers sendiri

Seminar Nasional, HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia (IDN Times/Anata Siregar)

Sementara itu, Menteri Kominfo Johnny G Plate berjanji pemerintah akan memberikan apapun yang dibutuhkan ekosistem pers untuk menjadi lebih bebas dan berkualitas. Namun, menurutnya, kebebasan pers yang harus terus didorong ialah yang bermanfaat untuk bangsa, bukan kebebasan yang merusak. 

"Saya sebagai Menteri Kominfo akan dengan penuh semangat memberi dukungan itu," ujarnya.

Meski demikian, dia mengatakan pemerintah ingin memastikan bahwa kebebasan pers itu bertanggung jawab. Sehingga, perlu ada kendali-kendali yang ada di ekosistem industri pers agar Indonesia solid sebagai bangsa.

Dia mengatakan pemerintah menyerahkan peran menyaring informasi itu kepada ekosistem pers sendiri. Dia menyebut sejumlah lembaga yang terkait langsung dengan kebebasan pers seperti dewan pers dan komisi penyiaran yang lebih bersentuhan dalam keseharian jurnalis. Mereka, kata Plate, berhubungan langsung dengan kemerdekaan pers dan perlindungan dan keselamatan jurnalisnya.

"Bukan ada di pemerintah. Perslah yang menilai. Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan kehidupan pers berjalan dengan baik, iya. Tetapi day to day.. pers itu sendiri," tambahnya.

2. Inggris meminta pemerintah Indonesia tunjukkan komitmen

Seminar Nasional, HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia (IDN Times/Anata Siregar)

Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins menyebut Freedom House menilai pers Indonesia tidak sepenuhnya bebas karena adanya laporan-laporan tentang kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, dan konsentrasi kepemilikan media.

Dia pun mengutip data Reporters Without Borders menempatkan Indonesia
pada peringkat ke-124 dari 180, dalam Indeks Kebebasan Pers Sedunia. Dia juga menambahkan catatan AJI, ada sekitar 40-50 kasus kekerasan terhadap jurnalis setiap tahunnya.

"Bahkan, beberapa daerah di Indonesia masih sulit untuk diakses oleh jurnalis," imbuhnya.

Dia mengatakan pemerintah Inggris berharap pemerintah Indonesia akan terus menunjukkan kepada dunia, tentang komitmen Indonesia dalam mendukung kebebasan pers.  "Kami tidak ingin hari ini menjadi hanya sebatas omongan. Kami ingin hari ini mengarah pada komitmen nyata untuk bertindak." ujarnya.

Menurutnya, dukungan politik yang berkelanjutan sangatlah penting agar kampanye kebebasan pers berhasil.

"Kami juga berharap Menteri Komunikasi dan Informasi bapak Johnny G Plate, yang ada ditengah-tengah kita pada pagi hari ini, bisa menghadiri konferensi kebebasan pers tahun depan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah Kanada," tuturnya dalam sambutan di seminar tersebut.

Kedutaan Besar Inggris ingin bekerja sama dengan Indonesia untuk mengatasi tantangan dalam kebebasan pers ini. "Kita hidup di zaman penuh dengan ganguan, perubahan yang cepat serta tantangan terhadap status quo. Kita hanya bisa menghadapi tantangan ini bersama."

Baca Juga: Ini 10 Pasal di RKUHP yang Mengancam Kebebasan Berpendapat dan Pers

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya