TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Persoalan Krisis Iklim Bukan Plastik, Tapi Perilaku Manusia! 

Yuk gunakan barang berkelanjutan untuk menjaga bumi

Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Jakarta, IDN Times - Sampai saat ini, sampah menjadi masalah terbesar terhadap kerusakan lingkungan yang juga memicu krisis iklim. Sampah plastik seringkali menjadi biang dari persoalan. 

Co-Founder Plastic For Nature (Plana) Juan Aprilliano Chandra menceritakan kehadiran plastik yang pada awalnya menjadi jawaban atas permasalahan iklim, sekarang malah menjadi sumber masalahnya.

Episode 5 program "101 Climate Change Actions" by IDN Times mengangkat topik "Plastik Untuk Indonesia Kok Bisa?". Program ini ditayangkan di Instagram @idntimes setiap hari Senin-Jumat Pukul 16.00 wib, tanggal 1-30 Desember 2021. Yuk simak cerita Juan besama IDN Times.

Baca Juga: Plastic For Nature, Gerakan Mengolah Sampah Menjadi Barang Bernilai 

Baca Juga: Manfaatkan Limbah Sampah, Mahasiwa UGM Sulap Plastik Jadi Speaker    

1. Plastik diciptakan untuk melindungi alam

Ilustrasi plastik (IDN Times/Lia Hutasoit)

Juan menceritakan awalnya, plastik diciptakan adalah untuk menyelamatkan dunia dari masalah iklim yang pada saat itu adalah penggundulan hutan atau penebangan pohon.

"Saya mengutip bahwa, dulu plastik itu diciptakan pertama kali untuk menyelamatkan dunia dari masalah iklim. Memang dulu kan kemana-mana pakai kantong dari kertas, tapi kan kertas itu di notabenekan memotong kayu, sehingga tercipta sebuah kantong yang tidak mudah rusak, kena air tidak rusak dan mudah dibawa," jelas Juan dalam live Instagram bersama IDN Times, Selasa (7/12/2021).

Ia mengatakan plastik merupakan jawaban dari masalah kehidupan manusia, hal ini barus diimbangi dengan perilaku bijak manusia dalam penggunaan plastik.

"Plastik itu menjawab banyak sekali permasalahan yang ada di hidup kita. Tapi kita harus mulai sadar gimana sih cara kita berperilaku untuk bisa membuat sikap kita terhadap plastik ini," kata Juan.

2. Plastik menghasilkan lebih sedikit karbon dibandingkan dengan besi

Ilustrasi industri pabrik (IDN Times/Arief Rahmat)

Lulusan Universitas Prasetya Mulya itu menjelaskan, ternyata proses pembuatan plastik memiliki karbon yang lebih sedikit dibandingkan dengan besi.

"Aku ingat adalah karbon dari pembuatan satu stainless straw (sedotan anti karat) itu sama dengan 50 sedotan plastik sebenarnya. jadi satu uh perbuatan itu sama rusak.Merusak bumi ini sama seperti 50 pembuatan plastik," jelas Juan.

"Tapi ketika kita pakai sedotan plastik ini tidak bisa kita reuse (gunakan kembali) atau kita buang terus itu lah yang mengakibatkan sampah plastik jadi bermasalah. Nah itu sebenarnya yang jadi masalah, bukan plastiknya, tapi karena kita buang itulah yang jadi masalahnya," lanjutnya.

Baca Juga: Bom Waktu Sampah Plastik Kala Pandemik 

3. Plastik menjadi masalah terbesar di dunia saat ini

Ilustrasi sampah di laut. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Juan menyatakan, masalah sampah plastik saat ini bukanlah akibat dari banyaknya produksi barang berbahan plastik. Tetapi, perilaku manusia dalam menggunakan plastik.

"Zaman sekarang, kenapa plastik menjadi masalah, itu bukan karena plastiknya. Itu ternyata tentang kitanya, tentang behavior (perilaku) kita dalam menggunakan plastik itu," kata Juan.

Ia juga mengatakan, sampai saat ini, masalah sampah plastik belum terselesaikan. Walaupun sudah banyak masyarakat yang mencoba mengolah dan mengumpulkan sampah.

"Masalahnya sampah itu belum selesai, karena sampah itu pada dasarnya kalau mau enggak jadi sampah lagi, harus kita serap lagi, harus bisa kita pakai lagi. Sampah itu, kalau baru dikumpulin ditaruh di satu tempat itu masih jadi sampah," katanya.

4. Pentingnya mengubah perilaku dalam menggunakan plastik

Pembeli berbelanja dengan sekat tirai pelindung plastik pada kios jualan di Pasar Kaget Borong Indah, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/5/2020). ANTARA FOTO/Arnas Padda

Selain mengolah sampah plastik, kata Juan, yang tidak kalah penting adalah mengubah perilaku diri sendiri dan masyarakat untuk bisa lebih banyak lagi menyerap produk-produk recycle.

"Semua sampah yang kita buang ini, anggapannya sebagai tanggung jawab kita pribadi, ketika itu jadi tanggung jawab kita pribadi, kita juga harus bisa menyerap produk-produk hasil sampah tersebut pada akhirnya produksi sampah ini bermanfaat," kata Juan.

Juan juga menekankan perlunya mengubah pemikiran dan perilaku manusia untuk membeli barang yang memiliki nilai berkelanjutan.

"Ketika kita membeli barang recycle (daur ulang) artinya kita sudah membantu untuk menyerap kembali sampahnya. Pada dasarnya, inti masalah sampah bisa diselesaikan ketika kita bertanggung jawab sama sampah kita sendiri. Ketika sampah ini selalu menjadi tanggung jawab orang lain, agak susah kalau diselesaikan," kata Juan.

5. Plana menjadi salah satu agen perubahan iklim dari sampah plastik

Plastic For Nature (Instagram.com/plasticfornature)

Melihat permasalahan sampah terutama sampah plastik, mendorong Juan dan kawan-kawan untuk mendirikan Plastic For Nature (Plana) yaitu perusahaan sosial yang bergerak untuk mengubah perilaku dalam menggunakan plastik untuk masa depan yang berkelanjutan.

"Melalui Plastic For Nature, kita mencoba untuk me-recycle (mengolah kembali) sampah-sampah ini menjadi produk yang memang benar-benar berfungsi dan berguna, baik apa adanya yang dihasilkan dari sampah,” kata Juan.

6. Barang yang dihasilkan Plana mengikuti pola ekonomi sirkular

Ilustrasi Ekonomi Sirkular/twitter.com (bappenasri)

Juan mengatakan barang yang dihasilkan dari Plana ini masuk ke dalam ekonomi sirkular, karena sampah-sampah plastik yang diolah menjadi barang baru tersebut tidak menghasilkan limbah.

"Ngomongin soal sirkular ekonomi, produk kita ini enggak ada limbah-nya, karena jika ada, limbahnya akan kita recycle lagi menjadi produk kita lagi," kata Juan.

Ia juga menerapkan sistem buy back pada produk Plana yang sudah tidak bagus untuk diolah kembali menjadi barang baru. "Di mana setelah waktunya sampai 20 tahun dan ketika barangnya sudah mulai agak jelek dalam artian bukan rusak, kita akan beli barang tersebut dengan harga tertentu dan kita akan recycle barangnya lagi," kata Juan.

"Sehingga mereka bisa beli produk baru dari kita lagi. Akhirnya sirkular ekonominya akan berputar dan harusnya menjadi sesuatu yang baik secara sirkular ekonomi," tambahnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya