TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

10 Pahlawan yang Wafat saat Usia Muda, Ada yang Masih 17 Tahun

Jasamu akan selalu kami kenang

ANTARA FOTO/Fauzan

Jakarta, IDN Times - Bung Karno pernah menyerukan pada kaum muda agar merebut kemerdekaan. Dia membutuhkan pemuda-pemuda unggul dan memiliki visi yang besar untuk mengguncang dunia. Karena jumlah besar saja tidak cukup untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang diperhitungkan di kancah dunia.

Banyak pejuang yang tergerak hatinya untuk merebut kemerdekaan. Semua usia dan golongan angkat senjata dan bertaruh nyawa. Tak sedikit dari mereka harus gugur pada usia muda. Berikut 10 pahlawan yang wafat pada usia muda dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: Deretan Pahlawan Nasional yang Juga Seorang Jurnalis dan Penulis

1. Harun Tohir dan Usman Janatin gugur saat misi rahasia

Taman Kota Usman Janatin di Purbalingga, Jawa Tengah. (purbalinggakab.go.id)

Dikutip dari buku Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan karya Johan Prasetya, Harun Tohir lahir pada 4 April 1943 di Pulau Keramat Bawean, Jawa Timur. Dia meninggal dunia setelah dijatuhi hukuman mati pada usia 25 tahun.

Sebelum wafat, anggota sukarelawan Korps Komando Angkatan Laut (KKO) itu pada Juli 1964 masuk dalam tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI, untuk menjalankan tugas rahasia bersama Usman Janatin bin Muhammad Ali, dan Gani bin Aroep.

Pada 8 Maret 1965, mereka berangkat menggunakan perahu karet dengan 12,5 kilogram bahan peledak. Tugas mereka melakukan sabotase di objek vital Singapura. Tepat pada 10 Maret 1965, mereka meledakkan bangunan McDonalds House di pusat kota Singapura.

Wajahnya yang oriental ditambah kemampuan menguasai bahasa Tiongkok, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda, membuat Harun dan kedua rekannya ditugaskan ke Singapura menyamar sebagai pelayan dapur.

Harun dan Usman ditangkap patroli Singapura pada 13 Maret 1965 karena mesin boat yang mengangkut mereka mengalami kerusakan. Keduanya diadili hingga dijatuhi vonis mati. Mereka menjalani hukuman gantung di penjara Changi, Singapura, pada 17 Oktober 1968. Sedangkan, Gani mencari jalan lain dan lolos.

Jenazah keduanya dibawa ke Taman Makam Kalibata, Jakarta Selatan. Kopral KKO TNI Anumerta Harun bin Said dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 050/TK/tahun 1968, tanggal 17 Oktober 1968. Harun gugur dalam usia 25 tahun.

Untuk mengenang jasa keduanya, nama mereka diabadikan sebagai nama kapal perang RI Usman-Harun. Pemerintah Kabupaten Purbalingga juga membangun taman kota seluas 3,5 hektare dengan nama Taman Kota Usman Janatin, karena Usman lahir di Desa Tawangsari, Kelurahan Jatisaba, Purbalingga, dengan ayah Muhammad Ali dan Rukiah pada 18 Maret 1943.

2. Martha Christina dan RA Kartini, pahlawan wanita yang pemberani

(Makam RA Kartini di Rembang, Jawa Tengah) rembangkab.go.id

Martha Christina adalah remaja pemberani yang terjun ke medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura 1817. Dia ditangkap dan diasingkan Belanda ke Batavia, setelah memimpin berbagai pertempuran melawan Belanda.

Martha melakukan aksi mogok makan selama perjalanan ke Batavia, hingga ia jatuh sakit dan meninggal dunia. Ia meninggal pada usia belia, yakni 17 tahun.

Pahlawan perempuan tangguh lainnya adalah Raden Adjeng Kartini atau lebih dikenal RA Kartini. Ia putri bangsawan Jawa. Sang ayah bernama Raden Mas Sosroningrat merupakan Bupati Jepara, tetapi ibunya bukan istri utama. Kartini anak kelima dari 11 bersaudara, baik kandung maupun tiri.

Dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda, Kartini pernah memimpin berbagai serangan bersama rakyat Lampung. Setelah berkali-kali melawan tentara Belanda, ia gugur pada 5 Oktober 1858. Ia meninggal pada usia 25 tahun, tepatnya pada 17 September 1904, tiga hari setelah melahirkan putranya.

Selain itu, Kartini dikenal dalam pergerakannya memperjuangkan hak dan emansipasi perempuan. Pemikiran-pemikirannya sampai ke Belanda melalui tulisannya. Ia juga sering berkirim surat pada temannya di Belanda dan mengirimkan tulisan hasil pemikirannya ke media-media di Belanda.

Setelah wafat, surat-surat Kartini dibukukan dan dikenal dengan buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini juga mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak perempuan untuk mewujudkan cita-citanya.

Baca Juga: Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras

3. Daan Mogot dan Jenderal Sudirman, pejuang kemerdekaan yang pernah menjadi tentara Peta

Ilustrasi Jenderal Sudirman (IDN Times/Arief Rahmat)

Daan Mogot lahir di Manado, 28 Desember 1928 dengan nama asli Elias Daniel Mogot, dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang. Daan Mogot awalnya direkrut Seinen Dojo, pasukan paramiliter Jepang saat usianya 14 tahun.

Pada 1943, Daan Mogot menjadi instruktur Pembela Tanah Air (Peta) di Bali, dan bergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) pada 17 Agustus 1945. Bersama rekannya di Peta pulau Dewat, Daan Mogot mendirikan Akademi Militer Tangerang, yang saat itu merekrut 180 orang sebagai calon perwira.

Daan Mogot gugur dalam pertempuran heroik Lengkong pada 25 Januari 1946. Ia meninggal karena terkena tembakan di dada, tetapi terus bertahan menembaki tentara Belanda demi menyelamatkan bawahannya. Pertempuran itu terjadi di wilayah Tangerang bagian selatan. Ia wafat dalam usia 17 tahun.

Senasib dengan Daan Mogot, Jenderal Sudirman juga terus memimpin pasukan melawan Belanda meski menderita paru-paru. Pada usia 31 tahun, dia sudah menjadi Jenderal. Awal pendudukan Jepang, Sudirman masuk menjadi tentara Peta dan menjadi Komandan Batalyon di Kroya.

Sudirman lahir di Bondas, Karangjati, Purbalingga pada 24 Januari 1916 dan menempuh pendidikan di Taman Siswa. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke HIK atau sekolah guru di Muhammadiyah di Solo, namun tak sampai tamat.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk, Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang RI. Dia menjadi tokoh sentral saat terjadi agresi militer Belanda II, di mana Yogyakarta saat itu berhasil dikuasai Belanda. Sementara, Bung Karno dan Bung Hatta sedang ditawan Belanda.

Saat itu, Sudirman tetap melawan dengan perang gerilya, namun ia akhirnya meninggal dunia dalam usia 34 tahun di Magelang, Jawa Tengah, pada 29 Januari 1950. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

4. Andi Abdullah dan Kapitan Pattimura, pahlawan muda dari timur Indonesia

pinterest.com

Andi Abdullah Bau Massepe lahir pada 1929, yang merupakan putra dari Andi Mappanyukki dan Besse Bulo. Dia merupakan Ketua Umum Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) dan Koordinator perjuangan bersenjata bagi pemuda daerah Pare Pare.

Bau Massepe dikenal sebagai pejuang heroik dari Sulawesi Selatan. Ia menjadi panglima pertama Tentara Republik Indonesia (TRI) Divisi Hasanuddin dengan pangkat Letnan Jenderal. Dia wafat dalam usia 18 tahun, saat bertempur melawan pasukan Belanda pada 2 Februari 1947, setelah ditahan 160 hari. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Pare-Pare.

Pahlawan lain yang gugur pada usia muda dari timur Indonesia adalah Pattimura. Ia lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku pada 8 Juni 1783. Ia bernama asli Thomas Matulessy. Pattimura pernah masuk militer Inggris dengan pangkat terakhir sersan.

Pada 14 Mei 1817, rakyat Maluku melakukan sumpah setia dan mengangkat Matulessy menjadi pemimpin perlawanan terhadap Belanda yang kembali pada 1816. Dia kemudian diberi gelar Kapitan Pattimura.
Serangan Pattimura menewaskan Residen Van de Berg dan tentara Belanda yang ada dalam bentengnya. Selama tiga bulan Benteng Duurstede kemudian berhasil dikuasai pasukan Pattimura.

Belanda membalas serangan dengan melakukan operasi besar-besaran, hingga akhirnya berhasil menangkap Pattimura dan pasukannya di sebuah rumah kawasan Siri Sori. Pattimura dibawa ke Ambon dan diadili di pengadilan Belanda hingga dijatuhi hukuman gantung pada 16 Desember 1817 di depan benteng Niew Victoria, Ambon. Saat itu, Pattimura berusia 34 tahun.

Baca Juga: Mengenal Ruhana Kuddus, Wartawati Pertama Bergelar Pahlawan Nasional

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya