TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Curhat Pramugari Kala Pandemik: Nyawa Kami Cuma Dihargai Rp500 Ribu!

Gaji jam terbang dipotong 50 persen karena maskapai merugi

Ilustrasi Pramugari (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Industri maskapai penerbangan komersil jadi salah satu sektor yang terdampak karena wabah virus corona atau COVID-19. Bagaimana tidak, sejumlah rute penerbangan harus ditutup. Pada 24 April 2020 lalu, pemerintah juga menerapkan aturan larangan penerbangan. Hal ini juga berdampak bagi para pramugari.

Seorang pramugari berinisial TR mengatakan, dirinya sangat mengandalkan gaji dari jam terbang. Jam terbang yang semakin menurun, turut berimbas bagi pendapatannya. Bahkan, sebelum penerbangan berhenti total, dalam satu bulan TR hanya mendapatkan gaji dari jam terbang sebesar Rp500 ribu.

"Dan yang lebih ngenes lagi, Rp500 ribu itu dibagi dua. Karena apa? Pada saat itu perusahaan memotong jadi 50 persen. Itu sangat menyakitkan. Jadi nyawa kita tuh dihargai Rp500 ribu," ujarnya kepada IDN Times, Senin (11/5).

Baca Juga: Sempat Terbang ke Tiongkok, Pramugari di Bali Bukan Suspect Corona

1. Pemotongan gaji jam terbang sebesar 50 persen dinilai tidak sesuai prosedur

Ilustrasi Pramugari (IDN Times/Arief Rahmat)

TR menjelaskan, gara-gara COVID-19, dalam sebulan dia hanya bisa terbang sebanyak tiga kali. Dia juga menilai, pemotongan gaji jam terbang sebesar 50 persen tidak sesuai dengan prosedur.

"Gak ada hitam di atas putih untuk kebijakan (pemotongan gaji terbang) 50 persen. Oke, memang betul dia (perusahaan) mengalami goncangan ekonomi. Tapi kan gak serta merta kita dibebankan untuk itu, dong," jelasnya.

Beberapa pramugari, kata TR, sempat memprotes kebijakan tersebut. Dia mengatakan, perusahaan akan mengembalikan 50 persen sisa pemotongan gaji tersebut ketika kondisi keuangan perusahaan kembali stabil.

"Kita gak tahu kapan bakal membaiknya. Tapi kasih perjanjian hitam di atas putih dong, supaya kita tenang kalau memang membaik jadi beneran dibalikin," ucapnya.

2. Saking mirisnya, ada pramugari yang hanya bisa membawa gaji jam terbang Rp25 ribu

Ilustrasi Pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

TR menuturkan, dirinya masih cukup beruntung. Menurutnya, ada beberapa rekannya yang pernah hanya membawa gaji dari jam terbang sebesar Rp50-25 ribu dalam sehari. Seharusnya, perusahaan lebih baik memutuskan mereka di rumah saja, ketimbang tetap bekerja dengan jadwal dan pendapatan yang tidak pasti.

"Itu ibaratnya besar pasak dari pada tiang. Itu yang dialami saat ini benar-benar dihimpit banget. Tapi, kalau kita gak jalanin schedule, kita bisa di-PHK," tuturnya.

Bukan hanya gaji dari jam terbang, gaji pokok pun turut dipotong. Ditambah lagi, pramugari di maskapai penerbangannya tidak mendapat tunjangan hari raya (THR).

"Kita dipekerjakan kayak romusha. Jaminan kesehatan dibekukan karena gak dibayar, kemudian asuransi gak dibayar, BPJS gak bisa dicairin," ungkapnya.

"Bukannya aku gak mau bersyukur. Kita kayak gini gaji Rp25 ribu nyawa taruhannya. Di situ mikir gak sih perusahaannya?," sambung perempuan yang sudah empat tahun menjadi awak kabin ini.

3. Menjalankan bisnis makanan untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari

Ilustrasi Pramugari (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski begitu, TR masih bersyukur bisa memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah pandemik COVID-19. Dia punya bisnis makanan, hingga laundry.

"Ketika libur ini jadi lebih sibuk dibanding waktu terbang. Teman-teman yang tadinya gak pernah jualan, jadi jualan kacang, buah, baju, macam-macam, lah," jelasnya.

Baca Juga: Tak Hanya Pilot dan Pramugari, Ini 5 Profesi Lain yang Ada di Bandara!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya