TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPK Identifikasi 4 Titik Rawan Korupsi COVID-19, Apa Saja?

Awas ya, dana untuk COVID-19 diawasi KPK!

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar (Dok. Humas KPK)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan, pihaknya mengidentifikasi sejumlah titik rawan korupsi terkait penanganan COVID-19. Hal itu dia sampaikan dalam konferensi pers dengan tema Kinerja KPK Semester I 2020.

"Di antaranya terkait pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ). Ada potensi terjadi kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan, dan kecurangan," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2020).

1. Ada kerawanan pada pencatatan hingga penyelewengan bantuan

Penyaluran bansos ditargetkan selesai 15 Juli (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Terkait pengadaan barang/jasa pemerintah, langkah pencegahan yang dilakukan KPK adalah dengan mengeluarkan SE Nomor. 8 Tahun 2020 tanggal 2 April 2020, tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa (PBJ) Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 Terkait Pencegahan Korupsi, sebagai rambu-rambu dan panduan bagi pelaksana.

Selain itu, KPK juga mengidentifikasi potensi kerawanan pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan/hibah dari masyarakat atau pun swasta yang diberikan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/Pemda.

"Sebagai langkah antisipatif, KPK menerbitkan Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 Tanggal 14 April 2020, ditujukan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/Pemda tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat," ucapnya.

Baca Juga: Jangan Coba-coba Korupsi, Kepala Bapenda DKI Mantan Penyidik KPK!

2. Ada kerawanan pada alokasi sumber dana dan belanja

Lili Pintauli Siregar, Pimpinan KPK RI dalam Webinar Eps. 6 #MenjagaIndonesia by IDN Times dengan tema "75 Tahun Merdeka, Kok Masih Korupsi" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Lili melanjutkan, potensi kerawanan lainnya pada alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran dalam proses refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD. Demikian juga pada penyelenggaraan bantuan sosial (Social Safety Net) oleh pemerintah pusat dan
daerah.

"KPK mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan. Untuk itu, KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor. 11 Tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat," ujarnya.

3. KPK terima 894 laporan terkait keluhan penyaluran bansos

Penyaluran bansos ditargetkan selesai 15 Juli (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Kesemrawutan dan keluhan dalam penyaluran bansos yang dinilai tidak tepat sasaran, mendorong KPK meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu JAGA Bansos. Fitur pelaporan tentang bansos tersebut menambahkan fitur dalam platform pencegahan korupsi JAGA.

Sejak diluncurkan pada 29 Mei 2020, hingga 7 Agustus 2020, JAGA Bansos menerima total 894 keluhan terkait penyaluran bansos di 243 Pemda, terdiri dari 224 pemerintah kabupaten/kota dan 19 pemerintah provinsi.

"Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar yaitu berjumlah 369 laporan. Keluhan tersebut telah kami teruskan kepada Pemda dan K/L terkait untuk ditindaklanjuti," ungkapnya.

Lili menuturkan, tercatat 375 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh Pemda, 207 laporan masih dalam proses tindak lanjut. Selebihnya, masih dalam proses verifikasi dan konfirmasi kelengkapan informasi/data laporan kepada pelapor. 

4. KPK juga menyelesaikan kajian defisit BPJS Kesehatan dan pengelolaan sampah

Konferensi Pers Kinerja Semester I 2020 (Dok. Humas KPK)

Di luar penanganan COVID-19, KPK juga telah menyelesaikan dua kajian lainnya di antaranya Kajian Defisit BPJS Kesehatan dan Kajian Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik Baru dan Terbarukan (EBT).

Pada kajian Defisit BPJS Kesehatan, kata Lili, KPK merekomendasi sejumlah alternatif solusi. Hal itu merupakan serangkaian kebijakan yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan, untuk menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan, serta memperbaiki inefisiensi dan potensi penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan dana JKN.

"Beberapa di antaranya adalah menyelesaikan pedoman nasional praktik kedokteran (PNPK), penertiban kelas RS, implementasi urun biaya sesuai Permenkes No 51 tahun 2018, pembatasan manfaat untuk klaim penyakit katastropik, dan lainnya," tutur Lili.

Sementara itu, terkait Kajian Pengelolaan Sampah, KPK merekomendasikan agar pemerintah merevisi Perpres Nomor 35 tahun 2018 agar investasi bisa berjalan.

"Hal ini sehubungan dengan beberapa hal yang KPK temukan dalam kajian, yaitu terkait potensi praktik bisnis yang tidak fair yang lebih banyak menguntungkan pengusaha dan belum ada teknologi yang mampu melakukan. Karenanya, kebijakan
waste to electricity cukup menjadi waste to energy," ujar Lili.

Baca Juga: Ketua KPK: Tugas Kita Melawan Bangsa Sendiri yang Masih Korupsi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya