TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPK: Wajar Pedoman Pemeriksaan Jaksa Dicurigai Publik!

Benarkah pedoman dibuat untuk melindungi Jaksa Pinangki?

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers dan sejumlah tersangka kasus OTT Bupati Kutai Timur di gedung KPK Jakarta, Jumat (3/7/2020) malam. ANTARA/HO-KPK/aa. (humas KPK)

Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020, tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan Terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.

Menurut Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, aturan itu menimbulkan kecurigaan publik di tengah kasus Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Selintas, jadi seperti menggerus semangat upaya pemberantasan korupsi. Saya hanya ingin menyatakan, wajar jika muncul kecurigaan dan sinisme publik terhadap produk-produk semacam itu, di tengah ramainya kasus Joko Tjandra yang ikut menyeret nama oknum Jaksa tersebut,'' kata Nawawi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (11/8/2020).

Baca Juga: MAKI Laporkan Bukti Dugaan Korupsi Jaksa Pinangki ke Komisi Kejaksaan

1. Aturan terkesan melindungi Jaksa Pinangki

Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Barita LH Simanjuntak (ANTARA/Kodir-Dok)

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak juga menilai aturan tersebut kurang tepat. Apalagi, saat ini tengah ramai soal kasus Jaksa Pinangki.

"Sehingga, seperti terkesan pedoman dibuat untuk melindungi oknum Jaksa P (Pinangki) tersebut, sense of crisis kurang peka," katanya.

Menurut Barita, Kejaksaan terkesan mempersulit dan memperlambat proses pemeriksaan, di saat Kepolisian mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan dan pengawasan oknum yang melanggar.

"Jadi, ini soal transparansi dan akuntabilitas kinerja," ucapnya.

2. ICW menduga pedoman dikeluarkan terkait kasus Jaksa Pinangki

Pinangki Sirna Malasari, Jaksa dari Kejagung yang diduga bertemu Joko Tjandra dan Anita Kolopaking (Dok. IDN Times/Istimewa)

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana menduga, dikeluarkannya Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 itu terkait dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Pedoman tersebut diduga agar perkara tindak pidana yang baru saja disidik oleh Kejaksaan terkait dengan oknum jaksa tersebut, tidak bisa diambil alih begitu saja oleh penegak hukum lain," katanya.

Kurnia menjelaskan, dengan menggunakan asas hukum equality before the law, maka setiap pihak termasuk Jaksa sekali pun, tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus.

Lalu Pasal 112 KUHAP juga telah mengatakan bahwa, penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek hukum tersebut wajib memenuhi panggilan penegak hukum tanpa adanya mekanisme perizinan tertentu oleh pihak manapun.

Lebih lanjut, ICW meminta agar penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi, baik suap atau gratifikasi, yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari dapat ditangani oleh KPK.

"Mengingat lembaga antirasuah tersebut memiliki kewenangan berupa koordinasi, supervisi, dan mengambil alih perkara yang ditangani oleh penegak hukum lain. Hal ini penting untuk menjamin objektivitas penanganan perkara agar tidak terjadi nuansa konflik kepentingan dalam penanganan perkara tersebut," tuturnya.

Baca Juga: Timbulkan Polemik, Jaksa Agung Cabut Pedoman tentang Pemeriksaan Jaksa

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya