TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sidang Perdana, Petinggi KAMI Syahganda Didakwa Pasal Berlapis

Pengacara sempat kesulitan temui Syahganda

Pengadilan Negeri Kota Depok, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)

Depok, IDN Times - Pengadilan Negeri Kota Depok telah menyelesaikan sidang perdana kasus dugaan ujaran kebencian atau hoaks hingga menyebabkan aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang sempat berujung ricuh, dengan terdakwa petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Perdana. Persidangan tersebut dilakukan secara daring karena pandemik COVID-19.

Humas Pengadilan Negeri Depok Nanang Herjunanto mengatakan, sidang perdana Syahganda sudah dilaksanakan dengan dipimpinan Majelis Hakim Yulinda Trimurti Asih Muryati, Nur Ervianti Meliala, dan Andi Imran Makulau. 

"Ada tiga dakwaan yang ditujukan kepada Syahganda," ujar Nanang, Depok, Jawa Barat, Senin (21/12/2020).

Nanang mengungkapkan dakwaan yang dijatuhkan kepada Syahganda yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, kedua Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan ketiga Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca Juga: Warganet Twitter Mendesak Syahganda Nainggolan Segera Dibebaskan

1. Dakwaan yang dijatuhkan kepada Syahganda dianggap tidak memiliki unsur pidana

Tim pengacara KAMI, Abdullan Alkatiri

Tim Pengacara Syahganda, Abdullah Alkatiri mengaku sempat mengalami kesulitan saat ingin bertemu kliennya. Namun dia sudah mendapatkan surat persetujuan dari Jaksa Penuntut Umum. 

"Kami sudah dapat surat persetujuan dari JPU masih tetap belum dapat mengakses, padahal sesuai KUHAP lawyer itu 24 jam untuk berkomunikasi, karena ini masalah hak asasi manusia. Bahkan, yang terakhir pada waktu keluarga datang, diminta untuk menghadirkan jaksanya, padahal sudah ada surat dari jaksa," ujar dia.

Aklatiri mengungkapkan, dakwaan yang dijatuhkan kepada Syahganda tidak memiliki unsur pidana terkait pasal yang didakwakan. Menurutnya, tidak ada dakwaan kepada klieannya terkait Pasal 28 Undang-Undang Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Kebohongan adalah hak Allah menentukan, bukan haknya hakim. Oleh karena itu kami eksepsi (pembelaan)," ujar dia.

2. Pengertian bohong menurut pengacara

Abdullah Alkatiri saat berada di Pengadilan Negeri Depok. (IDNTimes/Dicky)

Alkatiri menuturkan, tuduhan yang dijatuhkan kepada Syahganda tidak benar adanya. Dakwaan terhadap kliennya berhubungan dengan kebebasan menyampaikan pendapat.

Menurut dia dakwaan kepada Syahganda juga tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28e ayat 2, dan juga undang-undang Hak Asasi Manusia, yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999.

"Itulah alasan kami juga orang bohong jadi pidana, seandainya bohong ya, padahal beliau tidak bohong ya. Masalahnya, Pasal 14 ayat 1, ayat 2 dan sebagainya itu unsurnya bukan hanya bohong, tetapi ada juga keonaran. Keonaran sesuai kamus besar bahasa Indonesia itu keributan," tutup Alkatiri.

Baca Juga: Ditetapkan Jadi Tersangka, Ini Sosok Anggota KAMI Syahganda dan Jumhur

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya