Derita Nakes Pakai APD, Pampers Double hingga Kencing di Celana
Para dokter dan perawat rindu bertugas tanpa APD
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sudah satu tahun para pejuang COVID-19 berdiri di garis depan melawan pagebluk, bahkan perjuangan mereka harus dibayar dengan nyawa.
Kisah perjuangan melawan COVID-19 dimulai dari tenaga medis dan kesehatan yang bekerja tanpa melihat waktu salah satunya dokter Vicky. Dokter asal Jambi ini sudah hampir satu tahun bertugas di ruang ICU yang merupakan zona merah di rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta.
Vicky mengaku rindu bertugas tanpa gunakan Alat Pelindung Diri (APD) termasuk melepas hazmat.
Bertugas di zona merah rumah sakit, membuat Vicky harus menggunakan hazmat berlapis tiga. Pengap, hampir dia rasakan, bahkan keringat selalu mengucur basahi tubuhnya tiap bertugas.
"Rindu memeriksa pasien tanpa hazmat, karena kondisinya cukup engap, tapi ya gimana demi proteksi, lama kelamaan juga panas, berkucuran keringat, dan sesak, kadang sampai tidak bisa konsentrasi," ujarnya melalui pesan yang diterima IDN Times, Jumat (5/3/2021).
Baca Juga: Cerita Nakes Usai Divaksinasi COVID-19, Lengan Terasa Pegal dan Keras
1. Pampers double sampai harus kencing di celana
Tidak hanya hazmat yang berlapis, para nakes juga menggunakan masker rangkap dua yakni masker bedah berlapis N95 serta googles atau kacamata khusus untuk proteksi lebih.
Kondisi tersebut juga dirasakan rekan-rekan sesama tenaga medis dan kesehatan. Bahkan mereka harus menahan keinginan buang air kecil saat bertugas. Sebab, pemakaian hazmat hanya digunakan satu kali.
"Cukup banyak juga rekan-rekan dinas yang akhirnya dobel pampers atau kencing di celana karena susah keluar masuk (ICU) terlebih jumlah APD terbatas," imbuhnya.
Vicky menambahkan untuk sekedar makan dan minum sangat sulit sebab beresiko jika lepas pasang APD.
"Jadi bisa makan minum pun setelah bersih-bersih lepas dinas," ucapnya.
Baca Juga: Mengharapkan Vaksin, Nakes Ini Cerita Perjuangannya Hadapi Pandemik
Senada, dokter spesialis paru Rumah Sakit Pusat Pertamina dr Maydie Esfandiary, mengakui, pemakaian APD lengkap seperti hazmat, kacamata google, pelindung dan sepatu boot selama berjam-jam sangat berat. Apalagi ia harus menggunakan dua lapis hazmat.
"Memakainya juga gak mudah loh, belum lagi rasanya aduh panas banget berasa sauna pokoknya. Kebayang yang perawat yang berjam-jam memakai, dan nih ini sudah satu bulan lebih memakai ini pingin rasanya terbebas," paparnya.
Editor’s picks
Dokter Maydie mengakui kondisi saat ini rentan dan membuat tenaga medis stres, apalagi hampir setiap hari mengenakan pakaian hazmat. Untuk meredam stres, dia bersama rekan sejawatnya saling menguatkan dan mendoakan.
"Mungkin satu-satunya jalan yang bikin seneng saat ini adalah makan ya, makan yang enak, alhamdulillah kami juga difasilitasi rumah sakit, namun ada juga beberapa perawat-perawat yang main Tiktok untuk menghilangkan kejenuhan, joget-joget sendiri, yang paling kasihan adalah perawat karena mereka yang berhadapan langsung," katanya.
Baca Juga: Kisah Nakes COVID-19, Gaji Hanya Rp1 Juta dan Beli Baju Hazmat Sendiri
Baca Juga: Cerita Dokter Wisma Atlet Terharu Pasien Bisa Lihat Wajahnya Tanpa APD