TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ICJR: Anak DPRD Kota Bekasi Nikahi Korban Perkosaan Bukan Pemulihan

Pelaku telah lakukan tindak pidana, bukan ranah kekeluargaan

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Polres Bekasi Kota telah menetapkan AT (21) sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap seorang anak di bawah umur. Mirisnya, pelaku yang juga anak anggota DPRD Kota Bekasi menyatakan bersedia menikahi korban yang masih berusia 15 tahun tersebut.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengingatkan, wacana tersangka untuk menikahi korban yang disampaikan oleh penasihat hukum tersangka harus ditanggapi secara kritis oleh aparat penegak hukum, utamanya pihak kepolisian yang saat ini menangani kasus tersebut.

"Menikahkan korban dan pelaku dengan konsekuensi korban harus terus hidup bersama orang yang melakukan kekerasan terhadapnya, jelas bukan merupakan pemulihan," tegas Maidina dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Sabtu (29/5/2021).

Baca Juga: Fakta Terkini Anak Anggota DPRD Bekasi yang Jual Remaja di Bawah Umur

1. Tersangka bisa terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar

IDN Times/Lia Hutasoit

Maidina menerangkan, sesuai Pasal 81 Perpu 1 Tahun 2016 jo Pasal 76D UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

Perbuatan tersebut diganjar dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

2. Perbuatan AT masuk tindak pidana

Ilustrasi Pelaku Pidana (IDN Times/Mardya Shakti)

Perbuatan melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain juga dinyatakan sebagai tindak pidana, sekalipun ada narasi bahwa keduanya adalah perbuatan suka sama suka, hal tersebut adalah tindak pidana.

"Dikarenakan korban berusia anak, maka tidak ada konsep persetujuan murni orang di bawah usia 18 tahun untuk melakukan hubungan seksual, maka hubungan seksual antara orang dewasa dan anak-anak harus dinyatakan sebagai tindak pidana," imbuhnya.

3. Menikahkan korban yang masih di bawah umur dengan pelaku kejahatan seksual tidak sejalan dengan prinsip perlindungan anak

(Ilustrasi menikah) IDN Times/Sukma Shakti

Selain itu, upaya menikahkan anak korban dengan pelaku kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan, selain tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak juga bertentangan dengan komitmen pencegahan perkawinan anak.

"Sesuai dengan Pasal 26 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah secara jelas menyatakan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak," terangnya.

Dalam UU ini juga telah dinyatakan bahwa korban kejahatan seksual yang masih di bawah umur memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari upaya: edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan, rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Baca Juga: Anak Anggota DPRD Bekasi Tersangka Pemerkosaan Menyerahkan Diri

4. Pelaku telah melakukan tindak pidana bukan ranah kekeluargaan

ilustrasi polisi (IDN Times/Sunariyah)

Untuk itu, ICJR mengingatkan pada aparat penegak hukum yang menangani kasus ini untuk menggunakan perspektif korban dan anak. Penyidik harus peka dengan orientasi tetap pada korban anak, bukan semata-mata narasi penyelesaian perkara dengan pernikahan yang dapat berdampak buruk pada anak.

"Ide menikahkan korban dengan dalih menghindari dosa apalagi untuk meringankan hukuman, jelas tidak dapat dibenarkan. Pelaku telah melakukan tindak pidana yang merupakan urusan hukum publik, bukan ranah kekeluargaan atau keperdataan," tegasnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya