TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kami Berani: Marak Dorongan Raperda Anti LGBT di Sejumlah Provinsi

Dinilai sebagai wujud politik identitas di tahun politik 

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 24 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kami Berani menyayangkan maraknya dorongan atas kebijakan-kebijakan diskriminatif berupa peraturan daerah (perda) anti LGBT di berbagai wilayah di Indonesia.

"Memasuki tahun politik, politisi dan pimpinan-pimpinan daerah maupun nasional memilih menggunakan pendekatan politik identitas yang mengkambinghitamkan dan semakin meminggirkan kelompok yang dianggap salah oleh interpretasi mayoritas," ujar Juru Bicara Koalisi Kami Berani Nono Sugiono dalam siaran tertulis, Minggu (29/1/2023).

Baca Juga: Putin Teken UU Larangan Propaganda LGBT di Rusia 

Baca Juga: Wali Kota Bobby Sebut Tidak Ada Budaya yang Mengajarkan LGBT

1. Sebanyak empat daerah ajukan raperda Diskriminatif

Sejumlah warga dan alim ulama melakukan aksi penolakan keberadaan LGBT di depan Masjid Al Ishlah, Depok, Jawa Barat, pada 15 Januari 2020. Aksi tersebut untuk menolak keberadaan Lesby, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kota Depok dan mendukung langkah Pemerintah Kota Depok melakukan razia LGBT. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Berdasarkan pemantauan Koalisi Kami Berani, dalam kurun waktu Desember 2022 sampai saat ini terdapat empat daerah di Indonesia yang menyatakan akan mengajukan raperda diskriminatif yang anti LGBT, yaitu Garut, Bandung, Makassar, dan Medan.

"Perda diskriminatif yang penuh dengan kebencian ini meluas akibat politik praktis yang
dilakukan oleh para politisi dengan tujuan meraup suara dengan menggunakan politik
identitas. Politisi baik nasional dan di daerah sayangnya tidak memiliki kerangka kebijakan
yang baik untuk ditawarkan ke masyarakat," katanya.

Baca Juga: Sering Dikira Sama, Kenali Perbedaan HIV dan AIDS

2. Perda bisa memperburuk kondisi kesehatan contohnya HIV

Ilustrasi: Petugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Menurutnya, politik praktis ini akan berbahaya bagi kestabilan sosial, politik, ekonomi, hukum dan keamanan di masyarakat. Selain itu, akan semakin menjauhkan dan menghambat bagi pencapaian target-target pembangunan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia.

"Sebagai contoh, perda-perda yang mengatasnamakan moralitas seperti perda P4S Kota Bogor, yang digadang-gadang sebagai upaya pemerintah kota bogor sebagai bentuk upaya penyebaran HIV/AIDS, justru akan semakin memperburuk respon kesehatan di kota Bogor itu sendiri," paparnnya.

3. Kebijakan diskriminatif akan membuat orang yang hidup dengan HIV enggan mencari layanan kesehatan

Pemeriksaan HIV terhadap waria yang dilakukan Dinkes PPU (IDN Times/Istimewa)

Sementara data global menunjukkan bahwa, kebijakan-kebijakan diskriminatif justru akan membuat orang-orang yang hidup dengan HIV atau rentan terhadap HIV semakin enggan mencari layanan kesehatan, karena takut akan stigma dan diskriminasi.

"Pendekatan hukum dan kebijakan berbasis moral dan identitas semacam ini menjauhkan
publik dari krisis yang sebenarnya dihadapi Indonesia. Saat ini Indonesia masih menjadi salah satu negara terkorup di dunia, dengan indeks persepsi korupsi di bawah 40," katanya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya