Kejagung Ambil Alih Kasus Istri Dipenjara 1 Tahun karena Omeli Suami
Kejaksaan Negeri Karawang dinilai tak peka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung Republik Indonesia memberikan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terdakwa Valencya, yang dijatuhi hukuman penjara satu tahun akibat memarahi suaminya yang mabuk.
Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, untuk melakukan eksaminasi khusus terkait dengan penanganan perkara KDRT terdakwa Valencya alias Nengsy Lim di Kejaksaan Negeri Karawang.
"Bapak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum bergerak cepat sebagai bentuk program quick wins, dengan mengeluarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk melakukan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara, atas nama terdakwa Valencya Alias Nengsy Lim," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dikutip dari ANTARA, Rabu (17/11/2021).
Diketahui, eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Baca Juga: 14 Poin Revisi UU Kejaksaan, Komisi III Klaim Tak Cabut Kewenanga KPK
Baca Juga: PKS Minta Andika Tak Terseret Politik Pilpres 2024 Usai Jadi Panglima TNI
1. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis
Pelaksanaan eksaminasi khusus tersebut, lanjut Leonard, dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang, baik dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, maupun jaksa penuntut umum (P-16 A), Senin.
Dari eksaminasi itu, diperoleh sejumlah temuan. Pertama, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, Kejaksaan Negeri Karawang atau pun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis, yaitu kepekaan dalam menangani perkara.
Kedua, mereka tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019, tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.
"Pada ketentuan Bab II pada Angka 1 butir 6 dan butir 7, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh kepala kejaksaan negeri atau kepala cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4),” kata Leonard.
Baca Juga: Baleg DPR Ungkap Hasil Kunker ke Ekuador untuk Penyusunan RUU PKS