TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, Komnas Perempuan Soroti Hal Ini

Komnas Perempuan sesalkan kasus kekerasan seksual di kampus

Mahasiswa memasang poster kecaman terhadap dosen cabul di Kampus FISIP USU dalam unjuk rasa. Dokumentasi 2019 (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan adanya kekerasan seksual terhadap mahasiswi Universitas Riau (UNRI) oleh dosennya di tengah proses penyelesaian tugas akhirnya.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, pihaknya menerima aduan dari pendamping korban yang diwakili oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pekanbaru, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau dan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional pada 8 November 2021.

"Komnas Perempuan mendukung seluruh upaya untuk pengungkapan kasus dan memastikan pemulihan korban yang menyeluruh," ujar Aminah dalam siaran tertulis, Rabu (10/11/2021).

Baca Juga: Muhammadiyah Minta Aturan Menteri soal Kekerasan Seksual Dicabut

1. Kasus kekerasan seksual di kampus umumnya menggunakan relasi kuasa

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Aminah menerangkan kasus kekerasan seksual di lingkungan universitas umumnya menggunakan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi atau pembimbing penelitian, terjadi baik di dalam atau di luar kampus.

"Oleh karena itu, upaya penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan penting mempertimbangkan relasi kuasa timpang tersebut agar upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dapat dilakukan secara komprehensif dan sistemik," terangnya.

2. Rektor Universitas Riau membentuk Tim Pencari Fakta

IDN Times/Prayugo Utomo

Aminah menyampaikan dalam pengaduan tersebut para pendamping menyampaikan informasi terkait upaya penanganaan yang dilakukan berbagai pihak di antaranya Rektor Universitas Riau telah membentuk Tim Pencari Fakta dugaan kasus kekerasan seksual, P2TP2A Pekanbaru telah melakukan pendampingan psikologis pada korban.

"Beberapa lembaga menyediakan layanan bantuan hukum, serta melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual ke Polresta Pekanbaru dengan sangkaan pencabulan," paparnya.

3. Korban telah dilaporkan oleh pelaku atas dugaan pencemaran nama baik

Deretan pasal di UU ITE yang multi tafsir atau karet (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun di sisi lain, lanjut Aminah, korban juga telah dilaporkan oleh pelaku atas dugaan pencemaran nama baik melalui ITE di Polda Riau.

Ironisnya, kasus ini terjadi seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek No.30 Tahun 2021).

"Mengingatkan Polda Riau memprioritaskan penanganan kasus Kekerasan Seksual yang diadukan di Polresta Pekanbaru ketimbang pelaporan kasus pencemaran nama baik. Karena sangkaan pencemaran nama baik merupakan bentuk reviktimisasi terhadap korban dan berpotensi membungkam korban dan korban-korban lainnya dalaam memperjuangkan, keadilannya," tegasnya.

Baca Juga: Usai Periksa 52 Saksi, Polisi Belum Temukan Bukti Pemerkosaan di Luwu

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya