TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Polisi Hentikan Kasus Holywings

Kasus Holywings tidak ada unsur pidana

Sejumlah outlet Holywings di DKI Jakarta resmi dicabut izin usahanya. Penutupan outlet ini dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta, Selasa (28/6/2022). (dok. IDN Times/Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah koalisi masyarakat sipil seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan PARITAS meminta pihak kepolisian menghentikan seluruh penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang menyerat enam pekerja Holywings.

Mereka menilai, tidak ada unsur pidana dalam kasus poster promosi minuman keras (miras) dengan nama Muhammad dan Maria dari Holywings yang ramai diperbincangkan.

“Kami tekankan bahwa mungkin perbuatan yang dilakukan Holywings bersifat sensitif dan kontroversial di masyarakat, namun pendekatan yang digunakan jelas bukan pidana,” ujar Ketua YLBHI, M. Isnur dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Selasa (28/6/2022).

Baca Juga: Satpol PP DKI Jakarta Segel 12 Outlet Holywings Hari Ini 

Baca Juga: [BREAKING] Gubernur Anies Cabut Izin Usaha Semua Holywings di Jakarta

1. Pasal berita bohong tidak dapat digunakan

Sejumlah outlet Holywings di DKI Jakarta resmi dicabut izin usahanya. Penutupan outlet ini dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta, Selasa (28/6/2022). (dok. IDN Times/Istimewa)

Isnur menerangkan, pidana harus diletakkan sebagai upaya terakhir. Terlebih dalam perbuatan yang dilakukan Holywings, dinilainya bukan sasaran dari pasal-pasal pidana yang digunakan aparat.

Isnur membeberkan, penggunaan pasal berita bohong yang digunakan tidak tepat. Pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, disebutkan bahwa berita atau pemberitahuan bohong atau yang patut diduga berita bohong dengan sengaja untuk menimbulkan keonaran, maka terdapat syarat bahwa orang yang disangkakan harus mengetahui atau patut mengetahui bahwa informasi yang diberitakan bohong.

Kemudian harus dipastikan bahwa niatnya adalah menimbulkan keonaran yang lebih dari sekedar kegoncangan hati penduduk, juga perlu mengarah pada keonaran secara fisik, misalnya kerusuhan.

“Sedangkan dalam kasus ini, penyidik sudah memberikan keterangan bahwa niat yang dilakukan untuk melakukan promosi bukan untuk membuat keonaran, apalagi menyiarkan berita bohong sehingga pasal ini jelas tak dapat digunakan,” katanya.

2. Holywings lakukan peningkatan penjualan bukan permusuhan

Sejumlah outlet Holywings di DKI Jakarta resmi dicabut izin usahanya. Penutupan outlet ini dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta, Selasa (28/6/2022). (dok. IDN Times/Istimewa)

Isnur mengatakan, pasal ujaran kebencian dan penistaan agama juga tak dapat digunakan. Dalam Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP, harus terdapat unsur perbuatan pernyataan di muka umum.

Seperti perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. Kemudian, di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

“Harus berupa pernyataan ditujukan untuk melakukan permusuhan. Sedangkan yang dilakukan (Holywings) adalah promosi untuk meningkatkan penjualan, bukan menyatakan permusuhan,” katanya.

Selain itu, pasal ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE  juga tidak ditujukan untuk kasus Holywings tersebut. Menurut dia, penyidik perlu membaca kembali rumusan Pasal 28 ayat (2) UU ITE bahwa perbuatan yang dapat dijerat dengan pasal tersebut adalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi.

Tujuannya pun untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

“Harus ada unsur rasa kebencian dan permusuhan. Lagi-lagi, tindakan yang dilakukan Holywings bukan menyebarkan kebencian dan permusuhan,” katanya.

Baca Juga: Ada Alasan Lain yang Bikin Anies Baswedan Cabut Izin Holywings

Baca Juga: Permintaan Maaf Hotman Tak Cukup, Peran Owner Holywings Kini Disorot 

3. Penggunaan hukum pidana menambah deret panjang tidak akuntabel sistem peradilan

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (IDN Times/Santi Dewi)

Menurut Isnur, penggunaan hukum pidana apalagi pasal-pasal yang dikenakan pada kasus Holywings menambah panjang daftar tidak akuntabelnya sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Penggunaan hukum pidana harus hati-hati dan harus sebagai upaya terkahir. Pasal yang digunakan juga harus dikaji atas dasar pembentukan pasal-pasal tersebut, jangan terus meneruskan penerapan hukum yang tidak berdasar,” katanya.

“Sekalipun perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai di masyarakat, maka penyelesaian dengan memperhatikan nilai-nilai sosial perlu diperhatikan dan ditujukan langsung kepada Holywings secara kelembagaan, bukan pada aktor-aktor rentan,” kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya