Pakar: Indonesia Terlalu Memaksa New Normal saat Kondisi Gawat
#NormalBaru #HidupBersamaCorona
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sosiolog Nanyang Technological University Singapore Profesor Sulfikar Amir menilai, Indonesia saat ini memaksakan diri masuk tahap new normal atau normal baru dalam menghadapi pandemik virus corona atau COVID-19. Padahal, kondisi pandemik masih gawat dan mengkhawatirkan.
Sulfikar mengatakan berdasarkan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menuju new nornal harus memiliki berbagau syarat, mulai high testing rate, tight biosurveillance, solid contact tracing, sufficient hospital capacity, hingga high risk perception. Sedangkan, untuk masuk ke kondisi normal salah satu syarat yang harus dipenuhi, yakni memiliki persepsi risiko yang cukup baik.
"Ada beberapa yang terjadi tidak terlalu memenuhi syarat untuk masyarakat siap memasuki new normal aja," ujar dia, dalam webinar bersama IDN Times, Senin (8/6).
Baca Juga: [INFOGRAFIS] Penting! 25 Hal tentang Virus Corona di Indonesia
1. New normal untuk tekan transmisi kuota rumah sakit
Sulfikar menjelaskan tujuan new normal adalah untuk menekan supaya transmisi tidak melewati kapasitas rumah sakit, dan di situlah fungsi intervensi sosial.
Jika bicara transmisi yang rendah, maka agar new normal bisa menjadi kenyataan, ada dua aspek yang harus dilakukan. Yakni social distancing yang sudah dianjurkan pemerintah, dan di sisi lain juga ada kesadaran perilaku individu.
"Jadi dua faktor ini saling berpengaruh pada transmisi," kata dia.
Baca Juga: [LINIMASA-3] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia