TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perempuan Rentan Terjebak Tipu Daya Berujung Hukuman Mati

Hukuman mati puncak tertinggi dari diskriminasi

(Poster agar Saudi menghentikan hukuman mati) IDN Times/Indiana Malia

Jakarta, IDN Times - Praktik hukuman mati merupakan puncak tertinggi dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Komnas Perempuan menyebut hukuman mati terhadap perempuan sering kali tidak dilihat dan diperhitungkan.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani memaparkan berdasarkan data daru Kementerian Luar Negeri per September 2021 sejumlah 201 warga negara Indonesia di luar negeri terancam hukuman mati, 40 orang di antaranya adalah perempuan. Sementara negara dengan ancaman hukuman tertinggi yakni Malaysia dan Arab Saudi.

"60 persen terkait sindikat narkotika Internasional. Sementara 33 persen pembunuhan yang dilakukan untuk melindungi diri dari pemerkosaan," ujarnya dalam webinar yang dipantau virtual, Senin (18/10/2021).

 

Baca Juga: Polisi: Mayat Perempuan Tol Sedyatmo Korban Tabrak Lari Taksi Online

1. Perempuan sering jadi korban hukuman mati

(Poster yang menuntut agar Saudi menghentikan praktik hukuman mati) IDN Times/Dimas

Andy menegaskan perempuan sering kali jadi korban termasuk korban hukuman mati. Jika dikaji lagi, perempuan jadi korban atas upaya untuk melakukan pembelaan diri atas atas kekerasan seksual yang dialami yang berujung penghilangan nyawa.

"Begitu juga dengan korban hukuman mati. Mereka adalah korban perdagangan orang ataupun sistem patriarki dalam masyarakat kita yang menyebabkan perempuan hidup dengan ketergantungan tidak hanya secara ekonomi namun juga psikis pada laki-laki," paparnya.

2. Perempuan rentan terkena tipu daya

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani

Andy menambahkan sikap inilah membuat perempuan sangat rentan terkena tipu daya yang justru menjerat dia sebagai terpidana hukuman mati contohnya menjadi kurir narkoba.

Padahal hidup adalah hak asasi yang fundamental dan tidak bisa dikurangi sesuai konstitusi.

"Namun saat bersamaan kita hadapi realita bahwa masih ada kontradiksi antara mandat konstitusi dengan bagaimana sistem hukum secara internasional masih memberlakukan hukuman mati," ungkapnya.

3. Perempuan alami beragam stigma saat jadi korban

Ilustrasi Perdagangan Perempuan (IDN Times/Mardya Shakti)

Terkait budaya patriarki, Andy menerangkan seorang perempuan diharapkan jadi masyarakat yang patuh dan taat pada hukum. Namun saat berhadapan dengan hukum, juga mengalami berbagai stigma di masyarakat sebagai perempuan yang tidak baik sehingga kerap kehilangan akses pada keluarga dan dikucilkan masyarakat

"Bahkan saat menghadapi eksekusi hukuman mati ini seolah nama mereka dihilangkan dari sejarah keluarga karena stigma stigma yang melekat," ujarnya.

Baca Juga: Mayat Perempuan Berlumuran Darah Ditemukan di Tol Sedyatmo Jakarta

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya