TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sempat Terbelah, Bagaimana Peluang Hanura di Pemilu 2019?

Mesin partai Hanura sudah berjalan, akankah lolos masuk parlemen?

IDN Times/Akhmad Mustaqim

Jakarta, IDN Times - Hanura, bersama 15 partai lainnya, kini resmi menjadi kontestan Pemilu 2019. Untuk itu kader-kader Hanura pun mulai sibuk memanaskan mesin partai. Bahkan mereka mematok target tinggi untuk pemilu kali ini.

"Kami menargetkan Hanura jadi partai pemenang pada Pemilu 2019," kata Bendahara Umum Partai Hanura Zulnahar Usman kepada media pada 18 Februari 2018.

Memenangi Pemilu 2019, tentu saja, menjadi target yang kelewat tinggi. Sebab, di antara 15 partai politik peserta Pemilu 2019, ada Golkar dan PDI Perjuangan, dua partai yang belakangan diproyeksikan menguasai perolehan suara pada Pemilu 2019.

Baca juga: Mengenal Perindo, Partai Baru Peserta Pemilu 2019

1. Tren positif suara Hanura 

Medcom.id

Selain akan menghadapi beberapa partai besar, Hanura juga harus melihat kekuatan mereka sendiri. Sejak didirikan pada 14 November 2006, Hanura telah dua kali mengikuti pemilu, yakni pada 2009 dan 2014.

Pada pemilu perdana mereka di tahun 2009, Hanura berhasil meraup 3.922.870 suara atau 3,8 persen dari suara sah nasional. Angka ini membuat Hanura menempati peringkat 9 dalam perolehan suara terbanyak. 

Bukan hasil yang mengecewakan mengingat status mereka sebagai pendatang baru. Apalagi pada pemilu berikutnya (2014), Hanura berhasil meraih 6.579.498 suara atau 5,26 persen dari suara sah nasional.

Namun, meski mendapatkan lebih banyak suara pada Pemilu 2014, perolehan kursi Hanura di legislatif justru melorot. Dari semula 18 kursi pada pemilu 2009 menjadi hanya 16 kursi pada pemilu 2014.

Selain itu, pada Pemilu 2014, Hanura juga hanya menempati urutan ke-10 dari 15 partai peserta pemilu. Suara Hanura pada pemilu 2014 hanya lebih banyak dari suara yang diraih Partai Bulan Bintang (1.825.750) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Sehingga, jika melihat rapor Hanura pada dua pemilu sebelumnya, rasanya akan sulit bagi mereka memenuhi target menjadi pemenang Pemilu 2019. Tapi tak ada salahnya mematok target tinggi, kan?

2. Hanura sempat terbelah

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Apalagi, beberapa saat sebelum ditetapkan menjadi peserta pemilu 2019, Hanura sempat terbelah. Perpecahan terjadi setelah Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dan Sekretaris Jenderal Sarifudin Sudding saling pecat.

Kubu Sudding menuding Oso telah menyelewengkan dana partai. Mereka kemudian menggulirkan mosi tidak percaya untuk melengserkan Oso dari kursi ketua umum.

Tak terima dengan tuduhan Sudding, Oso pun mengancam akan melaporkan kubu Sudding ke polisi. Oso juga meminta kubu Sudding mengakui kepemimpinanya.

Perpecahan dua kubu ini baru berakhir setelah mantan Ketua Umum sekaligus pendiri Hanura Wiranto turun tangan mendamaikan. 

Wiranto mengklaim partainya telah islah dan siap menyongsong Pemilu 2019. Namun benarkah Hanura sudah kembali solid? Sebab, tak lama setelah islah, Oso mencopot Sudding dari posisi Sekretaris Jenderal partainya.

3. Mewarisi DNA Golkar

gloopic.net

Terlepas apakah Hanura sudah benar-benar solid atau belum, partai yang didirikan pada 14 November 2006 ini tak bisa dipisahkan dari Wiranto.

Sebab mantan Panglima ABRI inilah yang, bersama sejumlah tokoh lain seperti Fuad Bawazier dan Yus Usman Sumanegara, membidani proses kelahiran Hanura. 

Wiranto sebelumnya adalah politisi Partai Golkar. Ia bahkan pernah menjadi calon presiden yang diusung Golkar pada Pemilu Presiden 2004. Saat itu Wiranto dipasangkan dengan Salahuddin Wahid. Namun pasangan ini tersingkir di putaran pertama.

Setelah kalah dalam pemilihan, Wiranto kemudian menarik diri dari Golkar pada akhir 2006. Beberapa saat kemudian, ia mendeklarasikan partai baru: Hanura. Dari Wiranto inilah, antara lain, DNA Golkar masuk ke Hanura.

Baca juga: PKS: Partai Kader Yang Memilih Menjadi Oposisi



 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya