TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Kilang Jadi Prioritas, Begini Perkembangan Proyek Kilang Pertamina

Pertamina sedang upayakan langkah strategis

Pertamina.com

Jakarta, IDN Times – Sesuai dengan amanah dalam UU Energi Nomor 30 Tahun 2007, bahwa Pertamina harus mewujudkan 4A+1S, yakni Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability dan Sustainability. Oleh karena itu, Pertamina sebagai BUMN di bidang energi memiliki tanggung jawab menjaga ketahanan energi nasional. 

Guna mendukung ketahanan energi nasional sekaligus meningkatkan devisa negara, Pertamina mengambil langkah strategis dalam menghadapi tantangan terkait pembangunan Megaproyek kilang dan Petrokimia.

1. Pertamina masih harus mencari sumber crude lain yang cocok

eksplorasi.id

Menurut Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PT Pertamina (Persero), Ignatius Tallulembang, proyek pembangunan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR) suatu keniscayaan bagi negara. Hampir semua negara mempunyai strategi menjamin persediaan energi.

“Kilang kita ini dirancang untuk mengolah crude domestik yang disebut ‘sweet crude’. Kalau produksi dalam negeri terus berkurang dan kilang terus beroperasi, kita harus cari sumber crude lain, artinya kita harus impor. Sumber crude terbesar dari middle east dan AS,” kata Lete-sapaan akrabnya, dalam virtual media briefing, Jum’at (5/6).

Lete menambahkan, jika di middle east berbeda dengan punya kita (Pertamina). Crude middle east sering disebut crude asam karena kandungan sulfurnya tinggi. Dengan penurunan crude domestik, tidak cocok dengan kilang Pertamina. Jadi, kita harus melakukan penyesuaian.

2. Lima kilang Pertamina belum optimum hasilkan produk BBM untuk konsumsi nasional

kate.id

Pertamina saat ini memiliki lima kilang besar, yakni di Balikpapan, Balongan, Cilacap, Dumai, dan Plaju kapasitas terpasang 1 juta barel. Namun, optimumnya beroperasi di kapasitas sekitar 850 ribu barel. Produk-produk BBM yang dihasilkan sekitar 680 ribu barel per hari. Sementara,  dibandingkan dengan konsumsi nasional menurut data tahun 2017 sekitar 1,3-1,4 juta barel. Artinya, hampir 40-50 persen produk BBM nasional harus impor, sehingga harus impor sekitar 600 ribu barel per hari.

3. Kilang Pertamina usianya sudah cukup tua, sehingga daya saingnya kurang

IDN Times/Pertamina

Masih dalam kesempatan yang sama, Lete juga mengatakan kilang-kilang Pertamina yang dibangun usianya sudah ada yang 70 hingga 100 tahun. Oleh sebab itu, daya saingnya kurang atau kompleksitasnya jadi lebih rendah. Bisa dilihat dari sisi global produk yield sekitar 75 persen dan kilang-kilang lain yang terbaru mampu menghasilkan produk yield 95 persen atau tingkat konversi lebih tinggi. Ini bisa mengakibatkan profit lebih rendah, disebabkan karena teknologi kilang Pertamina di atas 30 tahun sehingga tidak mampu bersaing.

“Selanjutnya, dari segi kualitas spesifikasi bahan bakar. Produk-produk yang dihasilkan kilang kita masih setara dengan euro 1 dan 2. Sementara, negara-negara lain sudah mengacu pada standar euro 5 dan 6,” tambahnya.

KLHK mengeluarkan Permen 2017 sudah mewajibkan BBM yang dihasilkan Pertamina harus sudah setara dengan euro 4

“Kita harus mengubah desain kilang kita untuk upgrade dan penghasilan minimal euro 4,” tutur Lete.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya