TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi saat Hadapi Tantangan Global

Disampaikan dalam Rapat Berkala KSSK IV 2021

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Jakarta, IDN Times -- Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan III 2021 dalam kondisi normal seiring penurunan signifikan kasus Covid-19. 

Menteri Keuangan, Gubernur Bank  Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua  Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati komitmen  bersama untuk terus memperkuat sinergi guna menjaga SSK dan momentum pemulihan ekonomi dalam Rapat Berkala KSSK IV tahun 2021 yang diselenggarakan pada Senin, 25 Oktober 2021, melalui konferensi video.  

Pemulihan ekonomi global berlanjut, namun menghadapi risiko terjadinya  gelombang baru Covid-19 dan global supply disruption. Munculnya varian baru masih menjadi faktor risiko terbesar di tengah ketimpangan distribusi vaksin global. 

Di sisi lain, global supply disruption yang lebih panjang dari perkiraan dan kenaikan harga  energi akibat keterbatasan suplai mulai memicu tekanan inflasi di sejumlah negara. 

Inflasi AS tercatat berada di kisaran 5,4% dalam empat bulan terakhir dan laju inflasi  Uni Eropa juga dalam tren meningkat (September 2021: 3,4%). 

Permasalahan supply  disruption yang lebih panjang dan masih tingginya ketidakpastian perkembangan  Covid-19 mendorong OECD dan IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi  dunia 2021. OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2021 ke  level 5,7% (yoy) (proyeksi Mei: 5,8%), sementara IMF di level 5,9% (proyeksi Juli:  6,0%). 

Pemulihan ekonomi nasional berlanjut, didukung oleh keberhasilan penanganan Covid-19. Kasus harian Covid-19 terus menunjukkan penurunan sejak awal Agustus  2021. Perkembangan tersebut mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan aktivitas masyarakat (PPKM) sehingga aktivitas ekonomi mengalami pemulihan  bertahap. 

Pulihnya aktivitas ekonomi tercermin pada perkembangan beberapa  indikator dini hingga September 2021 yang menunjukkan perbaikan, antara lain Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur kembali berada pada zona ekspansif  di level 52,2, meningkatnya mobilitas penduduk, indeks belanja masyarakat, penjualan  kendaraan bermotor, penjualan semen, serta konsumsi listrik sektor industri dan  bisnis.

Sementara itu, laju inflasi terkendali di level 1,60% (yoy). Dari sisi eksternal,  surplus neraca perdagangan terus berlanjut di bulan September 2021, mencapai USD4,37 miliar atau secara akumulatif Januari–September telah mencapai USD25,07 miliar. Posisi cadangan devisa berada pada level USD146,87 miliar, atau setara  dengan 8,9 bulan impor barang dan jasa.

1. Pemerintah melalui instrumen APBN terus bekerja keras mengatasi pandemi dan pulihkan ekonomi

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Perkembangan positif tersebut tidak terlepas dari upaya penguatan sinergi dan  koordinasi kebijakan antara Pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam rangka menjaga  SSK serta akselerasi pemulihan ekonomi nasional.  

Pemerintah melalui instrumen APBN terus bekerja keras mengatasi pandemi, memberikan perlindungan sosial, dan mempercepat pemulihan ekonomi. Peningkatan kasus harian Covid-19 Indonesia pada bulan Juni 2021 direspon Pemerintah dengan optimalisasi program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN), melalui peningkatan anggaran belanja negara untuk  mendukung percepatan vaksinasi serta testing, tracing, dan treatment. 

Upaya  Pemerintah juga ditempuh untuk menjaga daya beli dan pemulihan ekonomi melalui  peningkatan bantuan sosial serta dukungan bagi UMKM dan sektor usaha pada saat  PPKM. Penerapan PPKM yang didukung dengan strategi belanja negara yang  responsif terbukti efektif dalam menurunkan kasus harian Covid-19, bahkan lebih  cepat dari perkiraan sebelumnya. 

Penurunan kasus harian Covid-19 sejak akhir Juli  2021 dan peningkatan aktivitas ekonomi berimplikasi positif terhadap realisasi  pendapatan negara. Per September 2021, pendapatan negara mencapai Rp1.354,8  triliun (77,7% dari target), tumbuh sebesar 16,8% (yoy), ditopang oleh meningkatnya  penerimaan pajak (13,2%), kepabeanan dan cukai (29%) dan PNBP (22,5%). 

Kinerja belanja negara terus dioptimalkan. Belanja Kementerian/Lembaga (K/L)  tumbuh 16,1% (yoy) per September 2021, terutama didorong realisasi belanja modal  yang tumbuh 62,2% (yoy) dan belanja barang yang tumbuh 42,4% (yoy). 

Selain untuk  menyelesaikan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas serta pengadaan  peralatan, belanja modal juga ditujukan untuk merealisasikan program padat karya  yang mencakup 1,23 juta tenaga kerja penerima manfaat. Sementara itu, realisasi  belanja barang digunakan antara lain untuk mendukung akselerasi program PEN  dalam pengadaan 107,3 juta dosis vaksin dan pelaksanaan vaksinasi, klaim  perawatan 511,7 ribu pasien, bantuan kepada 12,7 juta pelaku usaha mikro, serta  bantuan subsidi upah bagi 5,07 juta pekerja/buruh. 

Sebagai bentuk perlindungan bagi  keluarga miskin dan rentan terdampak pandemi Covid-19, Pemerintah juga telah  menyalurkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga, bantuan kartu sembako kepada 17 juta penerima manfaat, serta bantuan sosial tunai  (BST) untuk 10 juta keluarga. Defisit APBN terjaga sebesar Rp452,0 triliun atau 2,74%  PDB. 

Reformasi struktural ditempuh Pemerintah dengan penguatan landasan bagi  sistem perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan  (UU HPP). Dengan penataan ulang sistem perpajakan melalui UU HPP tersebut,  diharapkan dapat tercipta asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum,  kemanfaatan, dan kepentingan nasional. 

Dalam jangka pendek, upaya tersebut  sejalan dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari upaya percepatan  pemulihan ekonomi yang saat ini terus dilakukan. Dalam jangka panjang, langkah  tersebut akan menjadi pijakan yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan yang sangat dinamis. 

Reformasi dilakukan melalui penguatan  administrasi perpajakan (KUP), program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS),  serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam PPh, PPN, cukai, termasuk pengenalan pajak karbon. 

Kebijakan pajak karbon akan menjadi salah satu tahapan dalam roadmap menuju green economy yang akan mendukung peningkatan daya saing Indonesia di tingkat global dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian di masa depan. 

BI juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan baik dari sisi moneter,  makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut. 

Dari sisi moneter, BI mempertahankan kebijakan suku bunga rendah  dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap pada level 3,50%. Keputusan  tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan  karena ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah perkiraan inflasi yang rendah  dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. 

BI juga melanjutkan kebijakan  untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang sejalan dengan fundamental dan  mekanisme pasar. Penguatan strategi operasi moneter juga terus dilakukan untuk  memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif. BI juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan BI dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. 

Hingga 15 Oktober 2021, pembelian SBN  di pasar perdana tercatat sebesar Rp142,74 triliun yang terdiri dari Rp67,28 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe  Option (GSO). 

2. BI lakukan berbagai kebijakan dan upaya

IDN Times/Arief Rahmat

Dari sisi makroprudensial, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif, dengan mempertahankan (a) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%,  (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84–94%, serta (c) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo  sebesar 6% dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%. 

Selain itu, BI melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru, serta melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk bank yang memenuhi NPL/NPF tertentu. 

Kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) juga diperkuat dengan pendalaman asesmen transmisi  SBDK dan suku bunga kredit baru per sektor/subsektor ekonomi.  

Dari sisi sistem pembayaran, BI menetapkan implementasi BI-FAST tahap pertama sejak pekan kedua Desember 2021. BI juga mendorong akselerasi perluasan merchant QRIS, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah terkait pelaksanaan uji coba digitalisasi bansos dan elektronifikasi transaksi Pemerintah. 

Hal ini untuk mendorong realisasi belanja Pemerintah, serta memperpanjang masa berlaku kebijakan Kartu Kredit.  

Di bidang kebijakan internasional, BI mengakselerasi implementasi penggunaan Local  Currency Settlement (LCS) dalam memfasilitasi perdagangan dan investasi dengan  negara mitra melalui penguatan sinergi bersama Pemerintah, KSSK, perbankan, dan  dunia usaha.

Sektor jasa keuangan terpantau stabil dengan ketahanan permodalan yang  =memadai dan pasar modal menunjukkan kinerja positif ditopang minat beli  investor nonresiden. 

Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan pada September 2021 berada di level 25,24% (Juni 2021: 24,33%), gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 1,95 kali, Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing di level 587,7% dan 341,6%, jauh di atas threshold. 

Kecukupan likuiditas memadai untuk mendukung intermediasi di mana rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (DPK) per September 2021 terpantau masing-masing pada level 152,80% dan 33,53%. 

Kredit  perbankan September tumbuh 2,21% (yoy) atau 3,12% (ytd) dengan Kredit Modal  Kerja tumbuh sebesar 2,85% (yoy), Kredit Investasi 0,37% (yoy) dan Kredit Konsumsi  2,95% (yoy), meningkat dibandingkan akhir triwulan II 2021, seiring dengan penurunan  kasus harian Covid-19 dan peningkatan aktivitas ekonomi. 

Kredit perbankan sektor  utama menunjukkan peningkatan, seperti kredit rumah tangga tumbuh 2,77% (ytd),  kredit sektor perdagangan tercatat tumbuh 2,43% (ytd), dan kredit sektor manufaktur  tumbuh 2,05% (ytd). 

Perbankan juga berkontribusi dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional melalui penurunan suku bunga kredit. Tingkat suku  bunga dasar kredit mengalami tren penurunan dari 9,69% pada Juni 2021 menjadi  9,66% pada September 2021 terutama didorong penurunan komponen harga pokok dana. 

DPK tumbuh 7,69% (yoy) atau 7,45% (ytd). Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2021 menunjukkan perbaikan dengan rasio gross NPL berada pada level 3,22% (net NPL: 1,04%) dari sebelumnya sebesar 3,24% (net NPL: 1,06%) pada  Juni 2021. 

Pasar saham menunjukkan tren penguatan ke level di atas prapandemi. Per 25 Oktober 2021, IHSG menguat 10,81% (ytd) ke level 6.625,7 dengan aliran dana masuk nonresiden mencapai Rp39,4 triliun. 

Total penghimpunan dana di pasar modal hingga  26 Oktober 2021 mencapai Rp273,9 triliun, jauh melampaui nilai penghimpunan dana  tahun 2020 (Rp118,7 triliun) dan di atas target 2021. 

Selain itu, penawaran umum dari  40 emiten baru tercatat sebesar Rp36,36 triliun. Jumlah penghimpunan dana di pasar  modal dapat terus bertambah mengingat terdapat 82 emiten yang akan melakukan  penawaran umum senilai Rp43,32 triliun.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya