TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Turunkan Pengangguran di Indonesia, Kemnaker Hadapi 4 Hal Ini

Indonesia harus terus berbenah hadapi pengangguran

Menaker Ida Fauziyah saat menjadi narasumber dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Kordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) bertema 'Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Pengurangan Angka Pengangguran' di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023). (Dok. Kemnaker)

Jakarta, IDN Times -- Sebagai negara besar, Indonesia memiliki tantangan dalam menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat. Namun, isu mengenai pengangguran tak bisa dielakkan. Sejumlah faktor, mulai dari tingkat pendidikan, upah, hingga kompetensi seseorang, amat memengaruhi kondisi tersebut.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Kordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) bertema "Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Pengurangan Angka Pengangguran", memaparkan empat tantangan dalam penurunan pengangguran di Indonesia.

Pertama, Menaker menyebut, salah satu tantangan dalam penurunan pengangguran di Indonesia adalah pengangguran yang mengalami hopeless of job atau pengangguran yang merasa tak mungkin memperoleh pekerjaan. 

Baca Juga: Kemnaker Investigasi Bentrokan di PT GNI yang Tewaskan 3 Pekerja

1. Karena berpendidikan rendah, sebagian orang mengalami hopeless of job

Ilustrasi pencari kerja (Dream.co.id)

Dari total 8,4 juta orang pengangguran, 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job. Dari 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi hopeless of job tersebut, sekitar 76,90 persen berpendidikan rendah (lulusan SMP ke bawah). 

"Jadi, karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka," kata Menaker Ida Fauziyah di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023).

2. Penciptaan lapangan kerja serta nilai budaya kerja baru yang belum banyak dipahami

Menaker Ida Fauziyah dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Kordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023). (Dok Kemnaker)

Kemudian, Ida menegaskan, tantangan kedua dalam penurunan pengangguran adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal.

Sementara, tantangan ketiga adanya nilai budaya kerja baru. "Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya, nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment, " kata Ida Fauziyah.

3. Ketidaksesuaian antara supply and demand akibat digitalisasi membuka keran pengangguran

Ilustrasi pengangguran (pexels.com/Tim Gouw)

Tantangan keempat, Menaker Ida Fauziyah melanjutkan, yakni risiko mismatched (ketidaksesuaian antara supply and demand) akibat digitalisasi.

"Digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel, " ujarnya.

Baca Juga: Hitungan UMP 2023 Diprotes Pengusaha, Kemnaker Buka Suara

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya