TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Masalah di Pilkada 2018 Harus Jadi Pertimbangan Persiapan Pilkada 2020

Komite I DPD menilai hal itu agar penyelenggaraan lebih siap

IDN Times/DPD RI

Jakarta, IDN Times - Permasalahan yang ditemui pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 lalu harus menjadi pertimbangan dalam persiapan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 agar menjadi lebih baik. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan agenda persiapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, di Ruang Rapat Komite I, Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, (21/9).

Rapat yang dipimpin Ketua Komite I Agustin Teras Narang, Wakil Ketua Komite I Fachrul Razi, Djafar Alkatiri, dan Abdul Kholik menghadirkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) Titi Anggraini dan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Valina Singka Subekti.

“Komite I DPD RI melihat berbagai permasalahan yang ditemui pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 lalu dapat menjadi pertimbangan bagi persiapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 nanti agar lebih siap,” tutur Teras Narang. 

Selain itu, biaya politik tinggi kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan KPK karena terlibat korupsi dan isu mahar politik dalam pencalonan di partai politik. Pasangan tunggal dalam Pilkada 2018 juga makin bertambah, maraknya politisasi birokrasi dan ASN dalam pilkada, dan keamanan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk Pilkada 2018 mencatat ada tiga pemilihan gubernur (pilgub) memiliki indeks kerawanan tinggi, yakni Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat.

1. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh penyelenggaraan pemilu

IDN Times/DPD RI

Direktur Perludem Titi Anggraini mengapresiasi kinerja Komite I DPD RI yang langsung tancap gas meski baru dilantik untuk melihat permasalahan seputar persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 itu yang meliputi 270 daerah. Dengan rincian sembilan pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan wali kota. 

“Pada 23 September 2020 salah satu pilkada terbesar, menjadi salah satu parameter penting setelah pemilu 2019 yang kompleks dan banyak permasalahan. Perlu adanya kerangka hukum yang berkepastian sehingga mampu melaksanakan pemilu yang demokratis. Saya lihat ada inkonsistensi antara aturan yang mengatur pemilu dan pilkada, tidak kompatibelnya lembaga Bawaslu dan Panwaslu. Belum lagi jika ingin menggunakan rekapitulasi perhitungan secara elektronik harus diatur di undang-undang agar legitimasi hukumnya kuat, dan revisi aturan menyangkut kampanye di media sosial masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh penyelenggaraan pemilu,” tutur Titi.

Topik:

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya