TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banyak Anak Dalam Satu Keluarga Jadi Penyumbang Stunting Tinggi 

Ini persoalan serius menurut BKKBN

Ilustrasi upaya pencegahan stunting. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Jakarta, IDN Times – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai jumlah anak banyak dalam satu keluarga sebagai penyumbang tingginya angka prevalensi stunting.

Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, Minggu (05/06/2022), menanggapi viralnya “kampung banyak anak” di Kampung Siderang Legok, Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Di kampung yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani musiman itu, rata-rata satu keluarga memiliki anak lebih dari 10 orang dari satu pasangan suami-istri.

“Ini adalah hal persoalan serius yang harus disikapi dan dicarikan jalan keluarnya. Provinsi Jawa Barat memiliki populasi tertinggi di Pulau Jawa dan Jawa Barat juga memiliki prevalensi stunting tinggi dengan angka 24 persen lebih,” kata Hasto.

Baca Juga: Angka Stunting Jatim Tinggi, BKKBN Rekrut 68 Orang Sebagai Satgas

1. Korelasi kampung banyak anak dengan angka stunting tinggi

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (Dok. BKKBN)

Menurut Hasto, fenomena kampung banyak anak tersebut memiliki korelasi dengan angka prevalensi stunting di Jawa Barat yang tinggi. “Jawa Barat masuk dalam 12 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi,” kata Hasto.

Tingginya prevalensi stunting di Jawa Barat menurut Hasto disebabkan jumlah anak yang banyak dalam satu keluarga, rentang waktu kelahiran yang cukup rapat, serta pernikahan dini.

“Data yang diperoleh BKKBN, selama pandemik COVID-19, pernikahan dini di Jawa Barat jumlahnya mengalami peningkatan. Padahal perkawinan usia dini menyebabkan tingginya risiko kematian ibu dan bayi yang dilahirkan serta bayi  yang stunting karena ketidakcukupan nutrisi selama kehamilan,” jelas Hasto.

2. Satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting

unsplash.com/@4dgraphic

Stunting ialah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi, infeksi berulang, dan stimulasi  lingkungan yang kurang mendukung. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga lanjut usia. Stunting berdampak sangat buruk bagi masa depan anak-anak.

Berdasarkan pendataan BKKBN, hingga saat ini satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting. Bahkan ada 21,9 juta keluarga dari 66,4 juta keluarga di Indonesia yang berisiko stunting.

Karena itu Hasto mengajak masyarakat untuk membuang jauh pola pikir “banyak anak itu banyak rezeki”. “Kondisi saat ini sangat berbeda dengan dahulu. Sekarang kalau banyak anak maka banyak masalah,” kata Hasto.

Provinsi Jawa Barat menurut data di BKKBN memiliki TFR (total fertility rate) tertinggi di Indonesia. Karena itu Hasto berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mempertahankan dukungannya terhadap Penyuluh KB non-PNS.

Baca Juga: Cara BKKBN Cegah Stunting dan Kematian Ibu dari Masa Sebelum Kehamilan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya