TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DPR Minta MK Tolak Penggugat UU Penetapan Perppu Corona

Karena gak ada kerugian konstitusional yang ditimbulkan

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik COVID-19. Alasannya, UU itu tidak menyalahi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Misbakhun yang berbicara pada sidang MK, Kamis (15/10/2020), dengan agenda mendengarkan tanggapan DPR, menyatakan bahwa para pemohon uji materi UU tersebut tidak memiliki legal standing. Sebagai wakil dari pihak DPR, dia menegaskan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU sudah melalui proses sesuai ketentuan.

“Tidak jelas adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional para pemohon terkait dengan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dan keberadaan hubungan sebab akibat (causal verband) antara dalil kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional,”
kata Misbakhun yang menyampaikan tanggapannya secara virtual, Kamis (15/10/2020).

Baca Juga: Perppu COVID-19 Disahkan, Pemerintah Segera Buat Ketentuan Hukum

1. Pandemik COVID-19 sangat berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia

Ilustrasi perekonomian Indonesia diserang virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Saat ini, di MK ada 7 gugatan atas UU Nomor 2 Tahun 2020. Terdapat puluhan tokoh yang masuk dalam deretan penggugat antara lain Amien Rais, Din Syamsuddin, Adhie Massardi, Sri Edi Swasono, Abdullah Hehamahua, Irwan Sumule, Damai Hari Lubis, Munarman, Ismail Yusanto, Jumhur Hidayat, Marwan Batubara, MS Kaban, dan masih banyak lainnya.

Selain itu, ada pula badan hukum yang ikut menggugat. Di antaranya ialah Pengurus Besar Pemuda Al-Irsyad, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Yayasan LBH Catur Bhakti, serta Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan masyarakat Indonesia (YAPPIKA).

Misbakhun mengatakan, pandemik COVID-19 merupakan pukulan yang sangat berat bagi masyarakat. Sebab, wabah itu berdampak pada interaksi sosial dan ekonomi masyarakat.

“Dampak dari pandemik COVID-19 yaitu faktor produksi tidak jalan sedangkan permintaan (demand) tetap ada. Kedalaman implikasi COVID-19 terhadap perekonomian sulit diukur karena puncak pandemik COVID-19 belum bisa dipastikan waktunya. Implikasi ekonomi yang ditimbulkan oleh COVID-19 terhadap perekonomian sangat dalam, sehingga semua skenario perlu disiapkan untuk menghadapi situasi yang paling buruk,” tuturnya.

2. Perppu corona dibuat untuk menyelamatkan rakyat dari kemisikinan akibat pandemik

Menteri Sosial Juliari P. Batubara melaunching Bantuan Sosial Beras (BSB) dengan target 9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) dengan besaran 15 kg/KPM/bulan selama 3 bulan di Kota Surabaya, Jawa Timur (Dok. Kemensos)

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, pihak yang paling terdampak pandemik ini ialah pekerja harian atau pekerja lepas (informal) yang memenuhi biaya hidup mereka melalui aktivitas sehari-hari.

“Jika tidak keluar maka mereka tidak dapat makan,” katanya.

Selain itu, lanjut Misbakhun, pihak lain yang terdampak adalah para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kelompok kelas menengah. Oleh karena itu, sudah seharusnya negara hadir pada persoalan rakyatnya.

“Kehadiran negara sangat dibutuhkan baik oleh jutaan rakyat jelata, pelaku UMKM, masyarakat kelas menengah, maupun masyarakat kelas. Sehingga negara tidak boleh membeda-bedakan,” katanya menegaskan.

3. Utang yang dilakukan pemerintah untuk membantu rakyat

Ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah harus memanfaatkan ruang ketatanegaraan yang tersedia untuk mengatasi situasi tersebut. Sebab, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mempunyai keterbatasan.

Untuk memulihkan perekonomian akibat COVID-19, Pemerintah perlu dana untuk membiayai program-program yang telah ditentukan. Satu-satunya cara pemerintah harus berutang jika Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan dana lainnya tidak mencukupi.

Menurut Misbakhun, utang bukanlah tujuan, tetapi hanya sebagai cara agar dapat keluar dari masalah ini. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menegaskan, negara lain pun juga berutang.

“Hal yang utama bukan negara berutang, tetapi utang tersebut dimanfaatkan seperti menolong rakyat jelata,” tegasnya.

Baca Juga: Gubernur BI Bantah Perppu Penanganan Corona Beri Kewenangan Bailout

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya