TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MK Tolak Gugatan Uji Materi UU KPK yang Diajukan 18 Mahasiswa

Putusan dibacakan langsung oleh Ketua MK Anwar Usman

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang KPK hasil revisi yang diajukan 18 mahasiswa dari berbagai universitas.

Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman, dalam persidangan yang berlangsung pukul 12.15 WIB di Ruang Sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. 

"Permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena error of objectum. Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman, Kamis (28/11).

Baca Juga: Ini Poin-poin Permohonan Judicial Review UU KPK yang Diajukan UII

1. Putusan dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman setelah sidang perdana pada Senin (30/9) lalu

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Sidang putusan dibacakan hari ini setelah sebelumnya, pada Senin (30/9) lalu, MK menggelar sidang perdana gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pemohon yang terdiri dari 18 mahasiswa, diwakili kuasa hukum mereka, Zico Leonard Djagardo, yang merupakan mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

2. Dalam sidang perdana, hakim minta pemohon melengkapi data identitas diri

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Dalam sidang perdana tersebut, Hakim Anggota Wahiduddin Adams mengoreksi isi petitum (tuntutan) yang disampaikan pemohon, di mana pemohon harus memperbaiki dan melengkapi data diri mereka.

“Delapan belas pemohon ini tidak semua menyatakan mahasiswa, pemohon ke-15 menyatakan diri sebagai politisi dan merupakan mantan mahasiswa. Pemohon ke-17 ini tidak disampaikan mahasiswanya. Yang dilampirkan tidak ada kartu mahasiswa, KTP, sekadar ingatkan,” kata Wahiduddin kepada Zico sebagai kuasa hukum pemohon, Senin (30/9) lalu.

3. Hakim minta pemohon mengoreksi isi tuntutan

www.twitter.com/humas_mkri

Selain itu, Wahiduddin juga melihat ada ketidakkonsistenan dalam isi petitum. Misalnya, pemohon mengajukan pengujian terkait UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, sementara dalam permohonan yang diajukan adalah tentang perubahan kedua atas UU tersebut terhadap UUD 1945

“Ada ketidakkonsistenan, karena di permohonan menyebut dua yang diuji, di petitumnya pisah-pisah, dan surat kuasanya hanya untuk UU No. 30 Tahun 2002 bukan UU perubahan yang dalam proses pengesahan ini,” tegasnya.

Baca Juga: Rektor dan Dosen UII Rame-rame Ajukan Judicial Review UU KPK ke MK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya