TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Munculnya Paslon Bajo di Pilkada Solo Bentuk Perlawanan ke Gibran?

Menjadi paslon melalui jalur perseorangan dianggap tak mudah

Bakal pasangan calon Wali Kota dan wakil Wali Kota Solo Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo). (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)

Jakarta, IDN Times - Munculnya lawan tanding Putra Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Ketua DPRD Solo Teguh Prakosa dari jalur independen atau perseorangan, cukup menarik diulas.

Selain dianggap menyelamatkan roh kompetisi dalam berdemokrasi, hadirnya calon independen pasangan Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo) yang masing-masing berprofesi sebagai penjahit dan ketua RW itu, dianggap mengurungkan putra RI-1 pemilik usaha martabak Markobar itu melawan kotak kosong.

Karena itu, ada pihak yang berspekulasi bahwa kehadiran pasangan calon Bajo ada yang merekayasa, agar pasangan Gibran-Teguh tidak melawan kotak kosong, demi menjunjung nilai demokrasi. 

Baca Juga: Gak Cuma Gibran, Ini 4 Cakada yang Juga Anak Pejabat Lho!

1. Ari sebut tidak mudah untuk maju lewat jalur perseorangan

Pelaksanaan pendaftaran paslon Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) di KPU Solo. IDNTimes/Larasati Rey

Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi menilai munculnya calon independen pada kontestasi pilkada 2020, adalah fenomena unik. Tidak semua calon bisa dan sanggup mengumpulkan dukungan warga, karena sejumlah syarat minimal yang dipersyaratkan KPU.

Untuk daerah yang memiliki daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, harus meraup dukungan 6,5 persen di lebih 50 persen total kecamatan.

“Duet penjahit dan ketua RW ini malah punya tim gorong-gorong Tikus Pithi Hanata Baris, yang rapi keorganisasiannya. Bayangkan ada mantan Kapolda yang gagal maju lewat jalur independen, ini di Solo malah bisa muncul," kata Ari saat dihubungi IDN Times, Selasa (8/9/2020).

2. Pasangan Bajo bisa muncul akibat kekecewaan masyarakat terhadap partai politik

Paslon Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) menunggang kuda untuk mendaftar ke KPU Solo. IDNTimes/Larasati Rey

CEO Lembaga Survei Pilkada Nusakom Pratama itu menjelaskan, kehadiran calon independen bisa dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni partai politik. Ari menuturkan, ketika akses partai politik demikian rumit serta tidak ada aturan baku rekrutmen, maka calon kepala daerah mencari alternatif lain.

"Pasangan Bajo bisa menjadi katalis kekecewaan masyarakat, karena begitu dominannya kekuatan calon yang didukung hampir semua partai politik,” ujar dia.

3. Munculnya paslon Bajo disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap Gibran

Paslon Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) menunggang kuda untuk mendaftar ke KPU Solo. IDNTimes/Larasati Rey

Pengajar S-3 di Universitas Padjadjaran itu menambahkan, atas dasar itulah masyarakat ingin menunjukkan gugatannya bahwa mereka bisa menghadirkan calon kepala daerah menurut versinya sendiri.

“Soal kalah menang adalah soal lain. Jika membela kotak kosong adalah bentuk perlawanan yang tidak beradab, mungkin saja membela paslon dari jalur perseorangan adalah wujud perlawanan terhadap kemapanan. Ini menjadi tantangan besar bagi partai politik untuk literasi politik kepada rakyat," tutur Ari.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Paslon Bajo, Lawan Gibran di Pilkada Solo 2020

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya