Punya Banyak Masalah, Sirekap Pilkada KPU Dikritik Masyarakat Sipil
Sosialisasi Sirekap dinilai terlalu mepet
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil pemerhati pemilu seperti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Kode Insiatif, hingga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengkritik Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 mendatang.
Peneliti JPPR, Alwan Ola mengatakan, kehadiran Sirekap justru memberikan risiko baru terkait hasil rekapitulasi suara. Sebab, formulir model C.KWK atau kertas yang berisi data perolehan suara pasangan calon (paslon), hanya difoto melalui telepon pintar dan diunggah ke aplikasi Sirekap secara berjenjang, mulai dari TPS dikirim ke PPK dan KPU.
“Kita bisa tidak ada salinan manual, tidak hanya berdasarkan Sirekap. Lalu kemudian basis data yang difoto dan diupload, saya kira ini akan memunculkan kerawanan baru,” kata Ola dalam diskusi daring, Minggu (8/11/2020).
Baca Juga: Banteng Ketaton, Akar Rumput PDIP yang Membelot di Pilkada Surabaya
1. JPPR minta Sirekap bukan sebagai satu rujukan hasil kemenangan paslon
Ia pun mempertanyakan soal hasil penghitungan Sirekap yang bisa dijadikan sebagai acuan kemenangan paslon, tanpa harus menunggu proses penghitungan secara manual.
Ola membandingkannya dengan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang pernah digunakan KPU pada Pemilu 2019 lalu. Saat itu Situng hanya digunakan KPU untuk menampilkan penghitungan suara sementara, bukan hasil akhir kemenangan paslon.
“Pada prinsipnya dia sama saja kan, hanya ingin membantu satu tahapan kita untuk lebih mempermudah dalam mengetahui hasil. Hasil bisa terpublikasi secara luas dan diketahui masyarakat. Tapi apa kemudian Sirekap ini menjadi rujukan tunggal? Nah ini yang menjadi persoalan,” ujarnya.
Baca Juga: Ini Wejangan Jokowi dan Ganjar untuk Gibran Saat Debat Pilkada