TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pidato Lengkap Anies Baswedan Saat Tetapkan PSBB Total DKI Jakarta

Anies tarik rem darurat, perkantoran harus terapkan WFH lagi

Pemprov DKI Jakarta Tetapkan Kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Rabu (9/9/2020) (Dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Jakarta, IDN Times - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di ibu kota. DKI Jakarta akan kembali melaksanakan PSBB total seperti sebelum masa transisi mulai Senin, 14 September 2020.

"Mulai Senin, tanggal 14 September, kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu," kata Anies dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/9/2020) malam.

Selama PSBB total, Pemprov DKI Jakarta hanya mengizinkan 11 sektor kegiatan beroperasi.

Berikut isi pidato lengkap yang disampaikan Anies.

1. Tarik rem darurat karena kasus COVID-19 di Jakarta makin mengkhawatirkan

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengapresiasi keberadaan Tugu Peringatan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kawasan Danau Sunter Selatan, Tanjung Priok, Jakarta Utara (Instagram.com/kominfotik_ju)

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang kami hormati, seluruh warga Jakarta, selurh warga Ibu Kota, izinkan pada malam hari ini saya dan Pak Wakil Gubernur kembali menyampaikan perkembangan situasi terkini terkait wabah COVID-19 di Jakarta, sekaligus juga menyampaikan pengumuman yang sangat penting untuk kita perhatikan, untuk kita patuhi sama-sama.

Saat ini kita sudah menjalani bulan ke tujuh pandemi COVID-19, enam bulan sudah kita lewati masa pandemi ini bersama-sama dan data per 9 September ini menunjukkan bahwa, secara kumulatif di Jakarta telah mencapai angka 49.837 kasus.

Melihat banyaknya kasus begini, ada dua parameter yang harus jadi kewaspadaan. Pertama adalah angka kematian, yang ke dua adalah angka kasus aktif, sampai dengan saat ini, ada 1.347 saudara-saudara kita di Jakarta yang telah wafat akibat covid-19

Memang bila melihat angka tingkat kematian atau bisa disebut case fatality rate, sesungguhnya tingkat kematian Covid di Jakarta memang rendah, yaitu 2,7 persen. Lebih rendah dari tingkat kematian nasional di angka 4,1 persen, bahkan lebih rendah di tingkat kematian global di angka 3,3 persen.

Atas izin Allah Jakarta secara signifikan berhasil menekan angka kematian itu. Siapa yang paling berjasa menekan angka kematian ini? Lagi-lagi atas izin Allah para tenaga kesehatan di Jakarta yang sigap menangani setiap kasus mempertaruhkan nyawa, risiko kesehatan diri mereka sendiri, dan alhamdulillah dengan jumlah tes yang juga memadai ikut mendukung untuk Jakarta menemukan kasus lebih dini sehingga bisa dilakukan perawatan, bila ditemukan positif, dengan testing yang tinggi terdeteksi awal mereka yang memiliki komorbid atau penyakit bawaan, mereka yang lansia bila posiitf langsung isolasi dan langsung dirawat.

Itulah sebabnya mengapa tingkat kematian di Jakarta secara persentase menjadi rendah karena angka testing tinggi tenaga kesehatan yang sigap. Walaupun tingkat kematian di Jakarta ini terus menurun, tapi jumlah absolutnya tambah, secara absolut jumlah kematian harian kita juga tambah.

Jadi kalau kita lihat di data ini adalah gambar di mana tingkat kematian di Jakarta, meskipun tingkatnya rendah tapi absolutnya terus meningkat. Ini saya tunjukkan di data ini jumlah atau tingkat kematiannya sejak pertengahan Agustus sampai dengan September menunjukkan tren yang meningkat.

Ini adalah kondisi yang sangat tidak menggembirakan, angka pemakaman yang menggunakan protokol Covid juga meningkat, artinya ini adalah data pemakaman tiap hari di Jakarta bila dilihat di grafik ini saya akan menunjukkan kita perhatikan di sini, angka kematian sempat meningkat lalu kita melakukan pengetatan dengan PSBB, alhamdulillah turun dan itu menurun terus sampai awal atau pertengahan Agustus, sesudah pertengahan Agustus, terjadi peningkatan terus-menerus.

Di sebelah kita menyaksikan angkanya makin hari makin tinggi, jadi bila diperhatikan di awal kita menyaksikan angka kematian tinggi, lalu turun, lalu datar dalam dua minggu terakhir ini angka kematian meningkat kembali.

Persentase memang turun, tapi secara nomimal angka kematiannya meningkat terus setiap hari, ini yang harus kita perhatikan dan saya harus garis bawahi ini bukan angka statistik, setiap kematian satu orang adalah kematian saudara kita dan itu terlalu banyak, pada setiap kematian ada keluarga, ada teman-teman yang ditinggalkan lebih cepat, dan setiap satu angka kematian sesungguhnya adalah satu orang yang disayangi yang dibutuhkan kehadirannya bagi banyak orang yang lain. Karena itu setiap satu kematian bukan angka statistik saja, ini adalah nyawa saudara kita yang harus selalu kita usahakan untuk diselamatkan.

Angka kedua yang ingin saya ingin berikan adalah kasus aktif, kasus aktif adalah orang-orang yang positif COVID-19 yang masih menjalani isolasi dan perawatan dan belum dinyatakan sembuh, jadi di dalam penanganan Covid ini ada kasus baru yang masuk dalam sistem penanganan kita.

Lalu di akhir penanganan ada dua, satu meninggal, satu sembuh, yang mereka masih di dalam sudah ditemukan positif tapi belum sembuh masih dalam isolasi inilah kasus aktif.

Mengapa penting untuk memahami kasus aktif ini dan mengetahui angkanya? Karena ini terkait kapasitas fasilitas kesehatan di Jakarta, dan di antara kasus aktif ini ada tiga kelompok, kelompok yang tak bergejala, kelompok yang bergejala ringan, dan kelompok yang bergejala sedang dan berat, kelompok yang sedang dan berat inilah yang membutuhkan perawatan rumah sakit bahkan yang kritis membutuhkan fasilitas ICU.

Jadi secara rata-rata selama perjalanan 6 bulan ini kita bisa mengatakan 50-an persen tanpa gejala, 35-an persen bergejala ringan, 15-an persen bergejala sedang atau berat. Nah, ini yang membutuhkan pelayanan rumah sakit.

Kelompok inilah yang kita harus perhitungkan, kasus aktif dan bergejala sedang atau berat. Di Jakarta saat ini kenyataannya kita memiliki fasilitas kesehatan cukup besar dalam skala indonesia, ada 190 rumah sakit dan 67 di antaranya adalah rumah sakit rujukan,

Di Jakarta juga rasio dokter perpopulasi juga cukup tinggi, dibandingkan rata-rata nasional, tetapi saat ini ambang batas sudah hampir terlampaui.

Jadi memperhatikan tadi, bahwa angka yang menjadi penanda kapasitas kesehatan kita dalam menangani covid ini keterpakaian tempat tidur isolasi, dan keterpakaian ICU. Kapasitas ketersediaan dipengaruhi juga dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang mampu menangani wabah, juga jumlah APD, juga peralatan dan obat-obatan.

Saat ini, jakarta memiliki 4.053 tempat tidur iosolasi khusus covid-19, dan per kemarin sudah 77 persen terpakai, jadi dari angka 4.053 77 persen terpakai.

Saya ingin tunjukkan grafiknya, di sini boleh kita perhatikan, ini adalah jumlah orang yang dirawat di tempat isolasi kita, dari gambar ini kita saya ingin berilustrasi ketika kasusnya mulai muncul di awal Maret, angka mulai bergerak tambah.

Pada tanggal 16 Maret kita melakukan penutupan sekolah, penutupan perkantoran, penutupan kegiatan umum, tempat-tempat umum dalam waktu dua minggu kemudian jumlah kasus yang harus dirawat mengalami perlambatan, asalnya meningkat lalu dia mulai rata. Sampai dengan Juni kita mulai pembatasan, lalu PSBB mulai 10 April.

Apa yang terjadi? Di sini mulai terjadi pelandaian, kita landai di sini, kemudian kita memasuki masa transisi dan apa yang terjadi? Secara bertahap terutama di bulan Agustus kita mulai menyaksikan peningkatan jumlah kasus, ini persentase dari tempat tidur isolasi yang digunakan naik. Ini ambang batasnya, 4.053, bila situasi ini berjalan terus tidak ada pengereman, maka dari data yang kita miliki bisa dibuat proyeksi tanggal 17 September tempat tidur isolasi yang kita miliki akan penuh, dan sesudah itu tidak mampu menampung pasien covid lagi, dan ini waktu yang tinggal sebentar.

Kami di Pemprov DKI setiap waktu terus menambah rumah sakit swasta yang bisa terlibat untuk menaikkan kapasitas, kita insya Allah akan meningkatkan lagi 20 persen. Sehingga menjadi 4.807.

Tapi saya harus garis bawahi menaikkan tempat tidur menaikkan jumlahnya itu bukan sekadar menyediakan tempat tidurnya, tapi memastikan ada dokternya, memastikan ada perawatnya, memastikan ada alat pengamannya, memastikan ada obat-obatannya, memastikan ada seluruh alat pendukungnya.

Jadi, menaikkan kapasitas menjadi 4.800-an itu, bila tidak disertai dengan pembatasan penularan secara ketat seperti sekarang ini, maka tempat tidur itu pun akan penuh di pekan ke dua Oktober.

Jadi saya ingin menggarisbawahi di sini, bila kita naikkan 20 persen jadi 4.807, ini tercapai insya Allah tanggal 6 Oktober. Naik terus trennya kita akan ketemu masalah baru, karena itu, ya jangka pendek kita akan terus meningkatkan kapasitas. Tapi, juga tidak ada pembatasan ketat, maka ini hanya sekadar mengulur waktu, dalam kurang dari 1 bulan rumah sakit akan kembali penuh

Ini untuk tempat tidur isolasi di rumah sakit kasus sedang, yang berat membutuhkan ICU. Ini saya ingin tunjukkan data ICU kita, situasinya tidak lebih baik. Di sini, kalau kita perhatikan kapasitas ICU kita ada 528 tempat tidur bila kenaikan yang berjalan terus sejak Agustus sampai September ini selama bulan Agustus meningkat drastis trennya akan naik terus, maka 15 September akan penuh. Kita coba tingkatkan 20 persen jadi 636 dan itu pun nanti akan mulai penuh di sekitar tanggal 25 September.

Jadi, meskipun kita mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit kita, tapi jumlah kasus aktif di Jakarta pertambahannya lebih cepat daripada pertambahan kapasitas tampung untuk pelayanan rumah sakit, baik tempat tidur maupun ICU.

Jadi, dari tiga data ini, angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus Covid, menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat.

 

 

 

2. Seluruh kantor WFH kembali, hanya 11 sektor usaha yang diperbolehkan buka

Jakarta berstatus PSBB. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Presiden dua hari yang lalu menyatakan dengan tegas kepada kita semua, bahwa jangan restart ekonomi sebelum kesehatan terkendali. Beliau jelas meletakkan kesehatan sebagai prioritas utama. Maka dengan melihat kedaruratan ini, maka tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin.

Dalam Rapat Gugus tugas percepatan pengendalian Covid-19 di Jakarta tadi sore, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat, yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu.

Bukan lagi PSBB transisi tapi kita harus melakukan PSBB sebagaimana masa awal dulu dan inilah rem darurat yang harus kita tarik sebagaimana tadi kita lihat begitu dilakukan pembatasan maka jumlah kasus menurun sehingga kita bisa menyelamatkan saudara-saudara kita.

Sekali lagi ini soal menyelamatkan warga Jakarta, bila ini dibiarkan maka, rumah sakit tidak akan sanggup menampung dan efeknya kematian akan tinggi terjadi di Jakarta.

Nah, kita semua dalam pertemuan tadi bersepakat untuk tarik rem darurat dan kita akan menerapkan seperti arahan bapak Presiden di awal wabah dahulu, yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan usahakan beribadah dari rumah.

Detailnya, kita akan sampaikan di hari-hari ke depan tapi secara garis besar, pada prinsipnya perlu kami sampaikan awal sebagai ancang-ancang pada seluruh masyarakat bahwa kita akan menuju PSBB. Ada fase, ada proses supaya kita bisa menyiapkan ini agar berjalan dengan baik, dan kami sampaikan malam in sebagai ancang-ancang supaya kita semua bisa mengantisipasi.

Jadi prinsipnya, mulai Senin tanggal 14 September kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan untuk melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah, bukan kegiatan usahanya yang berhenti, tapi bekerja di kantornya yang ditiadakan. Kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran yang tidak diizinkan untuk beroperasi. Akan ada 11 bidang esensial yang boleh tetap berjalan dengan operasi minimal jadi tidak boleh beroperasi seperti biasa tapi dikurangi dan perlu saya sampaikan bahwa izin operasi pada bidang-bidang non-esensial yang dulu mendapatkan izin akan dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa pengendalian pergerakan kegiatan baik kegiatan usaha maupun usaha maupun kegiatan sosial itu tidak menyebabkan penularan.

Lalu seluruh tempat hiburan akan ditutup, kegiatan yang dikelola oleh Pemprov DKI seperti Ragunan Monas, Ancol taman-taman kota dan kegiatan belajar tetap berlangsung di rumah seperti yang sudah dilakukan selama ini, kegiatan rumah makan, restoran kafe diperbolehkan untuk tetap beroperasi tetapi tidak diperbolehkan untuk menerima pengunjung makan di lokasi.

Jadi pesanan diambil, pesanan diantar tapi tidak makan di lokasi karena kita menemukan di tempat-tempat ini lah terjadi interaksi yang mengantarkan pada penularan. Khusus untuk tempat ibadah akan ada sedikit penyesuaian, tempat ibadah bagi warga setempat masih boleh digunakan asal menerapkan protokol yang ketat.

Artinya, rumah ibadah raya yang jemaahnya datang dari mana-mana, bukan dari lokasi setempat seperti masjid raya tidak dibolehkan dibuka, harus tutup. Tetapi rumah ibadah di kampung di komplek yang digunakan oleh masyarakat dalam kampung itu sendiri, dalam kampung itu sendiri, masih boleh buka, ada pengecualian.

Kawasan yang memiliki jumlah kasus yang tinggi, kawasan-kawasan itu ada datanya, wilayah-wilayah, RW-RW yang dengan kasus tinggi maka kegiatan beribadah harus dilakukan di rumah saja, tapi yang lainnya bisa melakukan kegiatan selama hanya untuk warga di wilayah itu dan bukan tempat ibadah raya yang pengunjungnya yang jemaahnya datang dari berbagai tempat di mana di situ terjadi potensi interaksi yang ada potensi penularan.

Meski begitu, izinkan saya menganjurkan, untuk lebih baik semua dikerjakan di rumah. Kemudian kegiatan publik dan kegiatan kemasyarakatan yang sifatnya pengumpulan massa, tidak boleh dilakukan, kerumunan dilarang. Ingat penularan itu ada dalam kegiatan-kegiatan komunitas besar.

Bahkan saya boleh menganjurkan, kumpul-kumpul seperti reuni, pertemuan keluar dan lain-lain yang sifatnya mengumpulkan orang dari berbagai tempat sebaiknya ditunda, ingat penularan di acara sepeti ini, potensinya sangat besar dan bila kita merasa aman, merasa nyaman di acara seperti ini hanya karena kita kenal dengan orang lain potensi penularannya tetap tinggi.

Lalu, transportasi umum akan kembali dibatasi secara ketat jumlahnya dan jamnya ganjil genap untuk sementara akan ditiadakan. Tapi bukan berarti kita bebas bepergian dengan kendaraan pribadi.

Pesannya jelas, saat ini kondisi darurat lebih darurat daripada awal wabah dahulu maka jangan keluar rumah bila tidak terpaksa. Tetap saja di rumah dan jangan keluar rumah dari Jakarta bila tidak ada kebutuhan yang mendesak.

Tentu mungkin ada pertanyaan bagaimana orang keluar-masuk Jakarta. Idealnya tentu saja kita bisa membatasi orang keluar-masuk Jakarta hingga minimal. Tapi dalam kenyataannya, ini tidak mudah untuk ditegakkan hanya oleh Jakarta saja. Ini butuh koordinasi dari Pemerintah Pusat utamanya dengan Kementerian Perhubungan, juga dengan tetangga-tetangga kita di Jabodetabek yang Insya Allah besok kita akan melakukan koordinasi terkait dengan pelaksanaan fase pengetatan yang akan kita lakukan di hari-hari ke depan. Kita masih memiliki waktu, saya berharap kepada para pengelola perkantoran untuk melakukan persiapan menghadapi pembatasan ini. Dan kita ingin agar pengalaman kita menjalani PSBB yang ketat beberapa bulan lalu membuat kita tahu apa yang harus dikerjakan.

Baca Juga: Anies: Semua Kantor di Jakarta Kerja dari Rumah Mulai 14 September

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya