TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Surat Terbuka Menteri LHK Siti Nurbaya soal Omnibus Law Cipta Kerja 

Ditunjukkan untuk masyarakat dan investor

(Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar) IDN Times/Aldzah

Jakarta, IDN Times - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK) Siti Nurbaya menulis surat terbuka untuk investor dan masyarakat terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang dalam beberapa pekan terakhir terus menuai polemik. Ia tidak ingin beleid tersebut terus-terusan menjadi polemik.

"Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan pernyataan yang didukung oleh 36 investor, serta keprihatinan semua pihak terkait Omnibus Law Cipta Kerja," tulis Siti dalam suratnya seperti dikutip IDN Times, Sabtu (17/10/2020).

Baca Juga: Kuliti Pengawasan Lingkungan di UU Cipta Kerja, ICEL Kritisi Hal Ini

1. Omnibus Law Cipta Kerja bakal menjadi landasan penting dalam transformasi Indonesia menjadi negara maju di 2024

Ilustrasi pengesahan undang-undang. IDN Times/Arief Rahmat

Siti menyampaikan, Omnibus Law Cipta Kerja merupakan landasan bagi Indonesia dalam menggapai mimpinya menjadi negara maju di 2045 mendatang. Melalui regulasi tersebut, pemerintah ingin melakukan transformasi yang mendukung kemajuan ekonomi dalam negeri.

"Visi Indonesia menjadi negara ekonomi maju pada tahun 2045 yang mencakup kemajuan di banyak bidang. Kemajuan dalam mentransformasi ekonominya, kemajuan dalam reformasi birokrasi, serta kemajuan dalam menjaga lingkungan," ucap dia.

Siti tak memungkiri bila kebijakan tersebut menjadi perhatian banyak pihak, baik dari investor maupun pemangku kepentingan lainnya.

Namun demikian, Siti menegaskan bahwa rekam jejak Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmen yang kuat, dalam pembangunan dan pertumbuhan global yang berkelanjutan.

"Negara mengakui tanggung jawabnya, tidak hanya kepada warganya tetapi juga dunia," ungkap Siti.

2. Komitmen Indonesia terhadap lingkungan juga dibuktikan dalam Paris Agreement

Ilustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Komitmen Indonesia dalam menjaga tanggung jawabnya kepada dunia, lanjut Siti, dibuktikan dalam Paris Agremeent dengan mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030, atau sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.

"Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo secara konsisten menunjukkan tren positif dalam hal pengurangan deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+)," imbuh dia.

Skema REDD+ ini dinilai akan membantu menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Proses penerapan REDD+ menitikberatkan pada keterlibatan para pemangku kepentingan. Suara dari masyarakat, penduduk asli, dan komunitas tradisional harus dijadikan pertimbangan untuk memastikan hak mereka yang tinggal di dalam dan sekitar hutan akan terjamin.

Di balik pencapaian tersebut, Indonesia berhasil mendapatkan persetujuan atas proposal pendanaan senilai 103,8 juta dolar AS atau setara Rp1,5 triliun (kurs Rp14.700) dari Green Climate Fund (GCF), sebagai bagian dari skema REDD + untuk periode 2014-2016, melalui mekanisme pembayaran berbasis hasil (RBP).

Indonesia juga telah memperoleh RBP pertama sebesar 56 juta dolar AS untuk kinerja REDD + periode 2016/2017, berdasarkan Letter of Intent dengan Norwegia.

"Prestasi Indonesia dalam mendapatkan dua RBP ini mencerminkan keberhasilannya dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, sebagaimana dinilai oleh tim independen yang ditunjuk oleh GCF dan Norway," imbuh Siti.

Baca Juga: ICEL Terbitkan Jurnal soal Dampak Buruk UU Ciptaker untuk Lingkungan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya