TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPAI: Pandemik dan PJJ Picu Angka Putus Sekolah dan Pernikahan Anak

Keterbatasan biaya dan alat bantu belajar jadi faktor utama

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti di gedung KPAI (IDN Times/Indiana Malia)

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus COVID-19 hingga Februari 2021 belum bisa dikendalikan dan semakin terjadi peningkatan. Hasil pengawasan KPAI menunjukkan hal ini menjadi potensi kuat adanya peningkatan angka putus sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan,  selain putus sekolah pandemik menyebabkan peningkatan pernikahan anak karena keterbatasan biaya. Serta menyebabkan penundaan sekolah tatap muka dan memilih memperpanjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Baca Juga: Ajak Nikah di Bawah Umur, Aisha Weddings Janji Pernikahan Tanpa Stres

1. Keterbatasan biaya menjadi faktor siswa putus sekolah

ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Selama masa pandemik COVID-19, KPAI telah banyak mendapat pengaduan mengenai masalah pembayaran SPP, terutama di sekolah swasta. Pengaduan yang diminta orang tua siswa adalah pengurangan SPP selama kebijakan belajar di rumah.

Hal ini membuat orang tua siswa kebingungan dalam pelunasan tunggakan SPP selama masa pandemik. Kasus ini banyak terjadi di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SMA/SMK. Kasus tersebut diselesaikan melalui mediasi antara pihak sekolah swasta, negeri, bahkan melibatkan dinas pendidikan.

“Meskipun DKI Jakarta masuk pengaduan terbanyak, namun Dinas Pendidikan DKI Jakarta sangat kooperatif dalam upaya menyelesaikan dan memiliki program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan KJP Plus bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, sehingga memudahkan penyelesaian,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti melalui keterangan pers, Rabu (17/2/2021). 

2. Sebagian siswa yang putus sekolah karena menikah atau bekerja

Ilustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Penutupan sekolah karena pandemik membuat siswa terpaksa melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini menjadi pemicu siswa memilih putus sekolah dan menikah di usia anak atau beberapa di antaranya membantu perekonomian keluarga dengan bekerja.

KPAI melakukan pengawasan dan beberapa kepala sekolah menyatakan siswa yang putus sekolah karena berbagai macam hal, seperti tidak memiliki alat daring dan tidak mampu membeli kuota. Keterbatasan tersebut membuat siswa tidak mengikuti PJJ hingga berbulan-bulan, dan pada akhirnya mereka memutuskan menikah atau bekerja.

“Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya beriksar 15-18 tahun.” ujar Retno.

3. Selama sistem PJJ, rapor siswa tidak tuntas

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Jojon)

Faktor lain yang menjadi pemicu pelajar putus sekolah adalah rapor hasil pembelajaran siswa tidak tuntas. Melihat kasus di Kota Cimahi sekitar ribuan siswa terancam tidak naik kelas, hal itu dipicu karena hasil belajar selama PJJ tidak terselesaikan dengan baik, sehingga nilai rapor yang diterima orang tua tidak maksimal.

KPAI memperoleh data ada sekitar 633 siswa SMP di Kota Cimahi yang tidak memiliki alat daring. Adapun status kepemilikan handphone siswa SMP di Cimahi mayoritas adalah milik siswa sendiri sebanyak 18.048, dan 2.508 HP milik orang tua dan 633 tidak memiliki handphone maupun alat daring yang lain. Keterbatasan alat belajar dan koneksi dapat menghambat pembelajaran siswa di daerah.

“KPAI berencana pengawasan langsung pada 24-25 Februari ke beberapa sekolah di Kota Cimahi yang secara bertahap sudah mampu mengatasi permasalahan PJJ dengan segala keterbatasan yang ada,” ujar Retno.

Baca Juga: Stop Nikah di Bawah Umur, Ini Sederet Risiko yang Mengintai

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya