TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Perkotaan: Kolam Olakan Tidak Atasi Banjir Jakarta Seluruhnya

Naturalisasi kurang tepat untuk mengatasi banjir Jakarta

Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meninjau pembuayan kolam olakan di Jalan Boulevard Raya, tepatnya di bawah lintasan LRT, Kelapa Gading, Jakarta Utara Rabu (27/1/2021) (Dok. Pemprov DKI Jakarta)

Jakarta, IDN Times – Pembuatan kolam olakan air diharapkan dapat menjadi langkah konkret dalam mengatasi banjir di DKI Jakarta. Pakar Perkotaan Yayat Supriatna menilai, kolam olakan yang sedang dibangun di 11 titik wilayah Jakarta hanya berfungsi untuk menampung air hujan tetapi tidak mengatasi banjir secara keseluruhan dan hanya sebagai retensi atau upaya pencegahan untuk curah hujan rendah, sedang sampai lebat.

"Kolam itu kan sebagai kolam retensi, kolam penampung yang bersifat sementara dan fungsinya sebagai resapan air di kawasan sekitarnya. Jadi itu tidak mengatasi banjir secara menyeluruh tapi melihat kepada fungsinya terlebih dahulu kalau fungsinya sebagai wadah penampungan maka sifatnya sebagai wadah penampung," kata Yayat saat dihubungi IDN Times pada Jumat (29/1/2021).

Baca Juga: Ini 7 Instruksi Anies Terkait Pengendalian Banjir di DKI Jakarta

1. Kolam olakan belum teruji bisa menampung debit air saat curah hujan ekstrem

Proses pembuatan kolam olakan di Jalan Boulevard Raya, tepatnya di bawah lintasan LRT, Kelapa Gading, Jakarta Utara (Dok. Pemprov DKI Jakarta)

Yayat menjelaskan, kolam olakan dibangun sebagai tempat penampungan air sementara ketika terjadi kelebihan air akibat meluapnya volume air yang berada di sekitar daerah resapan. Jumlah olakan yang dibuat sebanyak 11 titik dengan masing-masing titik kurang lebih 33 meter dengan lebar 2,55 meter, serta kedalaman 1,5 meter.

“Kolam itu hanya bersifat penampung kalau hujannya intensitasnya tidak terlalu tinggi mungkin dia masih bisa membantu tapi kalau hujannya ekstrem mungkin dia.. kapasitasnya sudah dihitung belum, apakah bisa mengantisipasi jenis hujan yang cukup besar,” ujar Yayat.

2. Pemprov DKI harus tetap melakukan normalisasi sungai

Seorang ibu berdiri di depan rumahnya yang terendam banjir di kawasan permukiman Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020). Banjir tersebut terjadi akibat meluapnya Kali Krukut. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Yayat menyebut, penyebab banjir bukan hanya dari curah hujan yang tinggi melainkan juga karena kapasitas drainase yang kurang maksimal, gorong-gorong yang tertutup sampai sampah-sampah yang menumpuk sehingga menyumbat aliran air ke sungai. Sehingga, menurut dia, Pemprov DKI harus tetap melakukan normalisasi sungai yang ada di sekitar daerah terdampak banjir.

“Tapi setahu saya di wilayah sungai belum ada yang dieksekusi karena normalisasi pun baru ada rencana, pembebasan tanah saja belum pada tingkatan untuk menormalkan kondisi sungainya,” lanjut Yayat.

Baca Juga: Normalisasi dan Naturalisasi Sungai, Beda Arti Satu Tujuan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya