Cerita Sulatin tentang Mayat Berjejer di Bengawan Solo pada 1966
Mereka diduga dibunuh karena dicap sebagai anggota PKI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Lamongan, IDN Times - Sulatin masih mengingat dengan jelas pemandangan suatu pagi di tahun 1966. Sungai bengawan Solo yang melintasi tempatnya tinggal, Desa Durikulon, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan dipenuhi dengan mayat.
Mayat-mayat itu berjejer mengapung terbawa arus sungai dari hulu menuju ke hilir sungai. Yang lebih mengerikan, Sulatin melanjutkan, kondisi mayat yang ia lihat tidak dalam kondisi utuh. Ada sebagian anggota tubuh yang sudah hilang.
1. Mayat yang mengapung sudah tidak dalam kondisi utuh
Dari orangtuanya, Sulatin yang kala itu masih berusia 6 tahun mendapat informasi bahwa mayat-mayat itu merupakan simpatisan atau orang yang diduga menjadi pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI).
Selain informasi itu, kata Sulatin, keterangan lain serba sumir. Tak ada informasi soal penyebab kematian atau siapa menghabisi nyawa mereka. Terlalu berisiko bagi Sulatin untuk mencari tahu. Rasa penasaran ada, namun hanya ia simpan dalam hati.
"Saya gak ngerti langsung orang mana dan kapan mayat-mayat itu dipateni (dibunuh). Tapi saat itu, Bengawan Solo ini terdapat puluhan mayat," kata Sulatin kepada IDN Times, Kamis (30/9/2021).
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.