TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Angka Perceraian Hingga Stunting Tinggi, BKKBN Buka Konsultasi Gratis

Pernikahan di bawah umur jadi pemicu

IDN Times/Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times - Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan angka perceraian, kematian ibu, hingga stunting masih tinggi.

"Jika dirunut, salah satu faktor utamanya adalah ketidaksiapan pasangan saat memasuki pernikahan," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam keterangan pers tertulis, Senin (22/6).

Pada 2019 lalu, kasus perceraian mencapai 416.752 kasus, naik dibanding 2018 yang sebanyak 392.610 kasus. Dari jumlah tersebut, 52 persen pasangan mengaku bercerai karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, sementara 27 persen karena masalah ekonomi.

Baca Juga: Cegah Stunting: Penuhi Gizi Seribu Hari Pertama Bayi dengan ASI

1. Pernikahan di bawah umur jadi pemicu

IDN Times/Sukma Shakti

Selain itu, kata Hasto, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia juga masih tinggi, kisaran 305 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Demikian pula prevalensi balita stunting sebesar 27,7 persen pada 2019. Artinya, satu dari empat balita di Indonesia berisiko mengalami stunting.

Menurut Hasto, ketidaksiapan itu muncul karena banyaknya pasangan yang menikah di usia terlalu muda. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan, pada 2018 lalu ada 1,34 juta anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun. Bahkan, 300 ribu di antaranya menikah di bawah usia 16 tahun.

2. Edukasi kesehatan reproduksi masih minim

Ilustrasi (IDN Times/Mia Amalia)

Padahal, menurut Hasto, dari dimensi kesiapan usia, perempuan yang ingin menikah sebaiknya berumur minimal 21 tahun dan bagi laki-laki 25 tahun.

"Pasangan yang menikah di usia remaja belum siap secara fisik, mental, maupun finansial," ujar dia.

Hasto menyebut, banyak yang belum tahu bahaya menikah dini. Misalnya, perempuan yang menikah terlalu muda lebih berisiko terkena kanker serviks, karena organ reproduksinya belum matang. Demikian pula ukuran panggulnya masih sempit, sehingga lebih berisiko terjadi perdarahan saat melahirkan.

"Pengetahuan masyarakat tentang edukasi seksual dan kesehatan reproduksi memang masih kurang," ucap dokter pakar bayi tabung tersebut.

Baca Juga: Ternyata PHK Akibat Pandemik Virus Corona Bisa Pengaruhi KDRT

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya