TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kredit Pendidikan Jadi 'Jebakan' Mahasiswa? Ini Kata Pakar Pendidikan

Pemerintah diminta mengkaji ulang kebijakan ini

IDNTimes/Iman Suryanto

Jakarta, IDN Times - Pemerintah baru saja meluncurkan program kredit pendidikan bagi mahasiswa strata S1 hingga S3. Pemerintah menggandeng bank dengan kredit maksimal Rp200 juta selama lima tahun. 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengklaim, kredit pendidikan dapat meringankan beban orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anaknya. Bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN), kredit pendidikan diberikan maksimal Rp200 juta dengan bunga 6,5 persen selama lima tahun.

Lantas, seberapa efektif program tersebut untuk membantu pendidikan anak bangsa?

Baca juga: Menristekdikti: 23 Persen Mahasiswa dan Pelajar Siap Berjihad

1. Optimistis sekaligus ragu

IDN Times/Indiana Malia

Pakar Pendidikan Itje Chodijah menyambut baik peluncuran program kredit pendidikan (student loan) tersebut. Menurut dia, pendidikan model seperti itu sudah diterapkan di banyak negara, seperti Amerika dan Inggris.

Dengan sistem kredit, kata dia, mahasiswa bisa meminjam uang untuk kuliah dan membayarnya ketika sudah memiliki pekerjaan. Namun, dia juga mempertanyakan jenis mahasiswa yang meminjam saat program tersebut diluncurkan di Indonesia.

"Saya ingin optimis tapi ragu. Yang mau pinjam ini anak-anak yang mana? Apa yang kapasitasnya baik dan nantinya dipastikan dapat kerjaan sesuai level? Lalu kemungkinan jumlah lapangan kerja, serta kompetensi yang didapat anak di perguruan tinggi itu sejauh mana bisa memastikan si anak mudah mengembalikan uang tersebut?" ungkap Itje kepada IDN Times, Rabu (11/4).

Jika pemerintah bisa menjamin lapangan kerja dan para mahasiswa bisa memanfaatkan untuk kepentingan belajar secara tepat, kata Itje, program kredit pendidikan bisa berjalan baik. Sebab, mahasiswa bisa segera mendapatkan pekerjaan untuk mengembalikan pinjaman. 

2. Harus diimbangi ketersediaan lapangan kerja 

flexjobs.com

Menurut Itje, program kredit pendidikan harus diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja agar  mahasiswa tak terjebak utang. Jika saja pekerjaan tidak tersedia atau tidak sesuai, berarti penghasilan masih diragukan, karena harusnya mahasiswa lulus sebagai sarjana dapat pekerjaan sesuai latar belakang.

"Apakah perguruan tinggi bisa membuatnya punya kapasitas yang sesuai dan bisa mendapatkan pekerjaan setelah lulus? Kalau gak ada persyaratan peminjaman seperti apa, saya khawatir ada jebakan-jebakan lalu mereka gak bisa bayar," kata dia.

3. Pemerintah disarankan berkaca pada negara lain

calvert.lib.md.us

Itje lantas menyarankan pemerintah untuk berkaca pada negara-negara lain yang sudah melakukan program student loan. Di Indonesia, kuliah tak semata-mata untuk menyesuaikan kecerdasan, tetapi juga menjadi sebuah gengsi. Dia khawatir program tersebut akan dimanfaatkan oleh anak-anak yang kurang potensial, lantas kesulitan membayar. 

"Karena masalah pendidikan ini bukan sekadar duit. Jadi perlu dilihat kembali apa yang sudah dialami negara lain, hambatan-hambatannya apa? Bagaimana solusi agar anak-anak gak kejebak hutang?" ujar dia.

4. Bisnis tetaplah bisnis yang berorientasi pada keuntungan

sinarberita.com

Menurut Itje, pada akhirnya yang dibicarakan adalah bisnis perbankan, bukan sekadar fasilitas pendidikan untuk anak bangsa. Bisnis lah yang dikedepankan karena bank tak akan bersedia merugi. 

"Kalau dikasih bunga nol persen sepertinya gak mungkin. Itu bunga 6,5 persen sangat tinggi untuk ukuran mahasiswa. Sayang mereka (mahasiswa) terjebak utang. Karena bank is bank, commercial bank is commercial bank. Niatnya memang baik, tetapi praktik nya harus dijaga," kata dia.

Baca juga: Luncurkan Kredit Pendidikan, Mahasiswa Dibebani Bunga 6,5 Persen

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya