Asimilasi Koruptor Ditolak, Yasonna: Yang Nolak Kemanusiaannya Tumpul
Yasonna merasa disudutkan dan diprovokasi soal napi koruptor
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku pasrah setelah usahanya menangguhkan masa tahanan napi koruptor tidak direstui Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, meskipun hal ini belum ia bicarakan di rapat terbatas.
Namun ia menegaskan, opini yang muncul setelah wacana tersebut cenderung menyudutkannya seakan ada kepentingan politik di balik usahanya membebaskan napi koruptor pada lapas-lapas yang overcrowding.
“Oke perdebatan tipikor (penangguhan koruptor) sudah selesai, tapi sekarang persoalannya kemanusiaan,” kata Yasonna di Indonesia Lawyers Club, Selasa (7/4).
Baca Juga: Jokowi: Pembebasan Napi Hanya untuk Napi Pidana Umum, Bukan Koruptor
1. Tidak semua koruptor ditempatkan di lapas kelas kakap
Yasonna menegaskan, tujuannya menangguhkan penahanan napi koruptor dan tindak pidana umum semata-mata untuk menghindari terjadinya sebaran wabah virus corona di dalam lapas. Ia pun menjelaskan soal isi lapas napi tindak pidana umum yang overcrowding, dan lapas napi koruptor ada yang satu kamar diisi satu orang.
“Di Sukamiskin satu kamar satu orang hanya 367 orang dari 4.769 napi korupsi. Lapas perempuan Pondok Bambu di situ ada napikor yang umurnya sudah lansia, dan ada tipikor yang bukan besar-besar aja, ada yang (korupsi) karena Rp10 juta, Rp15 juta,” ujar Yasonna.
Oleh karena itu, Yasonna meminta berbagai pihak untuk tidak memprovokasi seakan Kemenkumham berpihak pada koruptor kelas kakap.
“Hanya orang yang tumpul kemanusiaannya yang tidak mengerti sila kedua pancasila yang tidak menerima 32.000 napi dibebaskan,” ujar dia.
Baca Juga: Cegah Penyebaran COVID-19, 258 Napi Nusakambangan Dilepas