TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demokrat: Jika Ingin Orba Dukung Saja Jokowi Periode Selanjutnya

PSI bantah dengan singgung isu HAM di pemerintahan SBY

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Jakarta, IDN Times - Alih-alih tak sepakat soal rencananya adopsi sistem Orba untuk diterapkan pada pemerintahan selanjutnya, Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrat Rachland Nashidik menyerukan untuk mendukung pemerintahan Jokowi saja untuk melanggengkan kekuasaan terus menerus seperti era Soeharto.

Hal ini terlihat pada cuitan Rachland yang membagikan tautan berita tentang Orba di media sosial yang ditanggapi langsung oleh Sekretaris Jendral Partai Berkarya Priyo Budi Santoso. Kedua politisi itu saling klarifikasi soal Orba yang kini menjadi pusat perhatian karena dinilai punya poin positif dalam eranya.

"Priyo bilang, Pak Prabowo-Sandi itu mau mengembalikan Orba. Saya bilang kalau mau mengembalikan Orde Baru tidak usah saja ada pemilu, teruskan saja Jokowi, Jokowi sama dengan Orba kok. Dari kebebasan berserikat sama-sama saja buruknya. Satire," terang Rachland di Hotel Artikel, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/12).

Baca Juga: Prabowo Menang, Titiek Soeharto Dipastikan Jadi Ibu Negara

1. PSI bantah Pemerintahan Jokowi seperti Orba

instagram.com/jokowi

Pernyataan Rachland menuai tanggapan partai Persatuan Solidaritas Indonesia (PSI). Menurut salah satu partai koalisi di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin itu menyatakan perbedaan dari kedua era sangat jauh berbeda.

"Kalau dibilang sama, ya jauhlah. Di sini kita bicara bebas apa saja kan bebas. Orang kena masalah kan karena dirugikan, itu kan persoalan pengaduan jadi bukan karena negara," kata Juru Bicara PSI Surya Tjandra di Hotel Artotel, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin (10/12).

2. Surya sebut pemerintahan Jokowi junjung tinggi kebebasan berpendapat

Instagram.com/@suryatjandra

Surya pun mencontohkan jika ada delik aduan itu merupakan tanggung jawab pihak aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Jadi, kata dia, antara Orba dengan pemerintahan Jokowi sangat berbeda sekali dan masih sangat menjunjung tinggi kebebasan.

"Hari ini kita masih kita masih sangat punya kebebasan, dan dari pertemuan ini demokrasi juga tidak hanya sekadar kebebasan, itu berbahaya lho. Ini yang kita cari keseimbangannya yang baru dan politik mencari keseimbangan untuk negara bisa maju terus," tambah Surya.

Baca Juga: Jokowi Minta Bravo-5 Siapkan Isu untuk Tangkal Serangan Kubu Prabowo

3. Surya singgung pemerintahan SBY

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Menjawab pertanyaan Rachland, Surya pun singgung kepemerintahan SBY yang menurutnya masih kurang dalam penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Zaman SBY yang didukung Rachland belum bisa (penyelesaian HAM). Barangkali memang perlu waktu karena mengurusnya tidak kayak LSM ya yang cepat dilaksanakan. Dia (negara) harus ada diskusi, negosiasi, dan kesannya ada penundaan. Yang penting bukan hasil tapi prosesnya harus terus dilakukan," sebut Surya.

4. KontraS nilai pemerintahan Jokowi gagal penuhi janji mengenai HAM

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Seperti diketahui, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menilai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla gagal memenuhi janji mengenai HAM selama empat tahun memimpin.

Dari 17 program prioritas HAM dalam Nawacita, KontraS mencatat enam komitmen gagal dipenuhi dan 11 komitmen dipenuhi tapi tidak sepenuhnya.

Program HAM yang dipenuhi sebagian komitmennya terjadi di sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun enam janji HAM Jokowi-JK yang gagal dipenuhi antara lain memberikan perlindungan hukum, mengawasi pelaksanaan penegakan hukum, khususnya terkait dengan anak, perempuan, dan kelompok termarjinalkan.

Pemerintah gagal merumuskan peraturan implementasi sistem peradilan pidana anak, gagal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual, serta komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) tetap dibiarkan tanpa perlindungan dan menjadi target penangkapan dan pelarangan kegiatan.

Janji kedua yang gagal dipenuhi Jokowi-JK, kata Yati, adalah memberikan jaminan perlindungan dan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta melakukan langkah-langkah hukum terhadap pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Janji itu dianggap gagal lantaran tidak ada pencabutan dan revisi atas Undang-Undang Penodaan Agama Pasal 165. Padahal aturan tersebut menjadi salah satu sumber kriminalisasi terhadap kelompok minoritas keagamaan dan justifikasi terhadap intoleran dan kekerasan. Adapun korban undang-undang tersebut di antaranya Ahmad Moshaddeq, Siti Aisyah, dan Basuki Tjahaja Purnama.

Selain itu, komunitas Ahmadiyah, Syiah, dan Gafatar tetap tanpa perlindungan. Berdasarkan catatan KontraS, peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan terjadi sebanyak 488 peristiwa.

Janji ketiga dalam Nawacita yang gagal dipenuhi adalah menyelesaikan secara berkeadilan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 65.

Baca Juga: Demokrat Kampanye Prabowo Maret, Sandi: SBY Master of Strategy

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya