GP Ansor Kutuk Perbudakan dan Pelarungan ABK WNI di Kapal Tiongkok
18 ABK mengalami human trafficking
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor mengutuk keras dugaan kasus ‘human trafficking’ yang dialami oleh 18 ABK asal Indonesia di kapal Long Xing milik perusahaan bernama Dalian asal Tiongkok.
Tiga ABK meninggal dunia di atas kapal yang sedang berlayar di laut Samudera Pasifik wilayah Selandia Baru itu dan jenazahnya dilarungkan. Sedangkan seorang ABK meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit.
“Tragedi kemanusiaan yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut adalah bentuk-bentuk perbudakan modern (modern slavery) dan diduga keras telah terjadi TPPO. Hal ini tampak jelas dari cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” kata Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, lewat keterangan tertulisnya, Kamis (7/5).
Baca Juga: Viral! Diduga Jasad ABK WNI di Kapal Tiongkok Dibuang ke Laut
1. GP Ansor menuntut perusahaan Dalian dan meminta pemerintah Indonesia bertindak
GP Ansor menuntut perusahaan Dalian di Tiongkok yang mempekerjakan para ABK tersebut, meminta maaf secara terbuka kepada korban dan masyarakat Indonesia. Perusahaan itu pun dituntut untuk memenuhi hak-hak pekerja sepenuhnya dan mengganti semua akibat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan kepada ABK dan para ahli warisnya.
GP Ansor juga meminta pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait lainnya, untuk memberikan perlindungan maksimal kepada ke-14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air.
“Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan hak-hak ketiga ABK yang meninggal dunia secara maksimal untuk diterimakan kepada ahli warisnya,” ujar Gus Yaqut.
Selain itu, Gus Yaqut meminta kepada pemerintah Indonesia untuk memperkuat perlindungan kepada ABK dan pekerja rentan lainnya. Salah satunya dengan segera meratifikasi instrumen internasional seperti Konvensi ILO No 188 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing).
Baca Juga: Dugaan Perbudakan Terhadap ABK, Menlu RI akan Panggil Dubes Tiongkok