TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hasil Survei LSI: Bali Mampu Mengontrol COVID-19 Tanpa PSBB

Per hari ini, baru ada 455 kasus COVID-19 di Bali

Monumen Ground Zero di Jalan Legian Kuta (IDN Times/Ayu Afria)

Jakarta, IDN Times - Lingkaran Survei Indonesia Denny JA mengatakan Provinsi Bali menjadi wilayah yang mampu mengontrol penyebaran virus corona meskipun tanpa memberlakukan PSBB. Hal itu terungkap dari hasil survei yang mereka lakukan.

Riset dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu studi data sekunder periode. Tiga sumber data yang digunakan yaitu data yang dirilis Gugus Tugas, data dari situs Worldmeter dan Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan hingga Sabtu (30/5), ada 455 kasus positif COVID-19 di Bali. Padahal, sebelum dinyatakan sebagai pandemik, turis asal Wuhan, Tiongkok banyak yang berkunjung ke Pulau Dewata itu. 

“Bali memiliki caranya sendiri menaklukan COVID-19, di antaranya melakukan tes virus terhadap mereka yang punya gejala (testing), melacak sejarah kontak (contact tracing), dan melakukan perawatan,” ujar peneliti senior LSI, Ikrama Masloman lewat siaran diskusi virtual yang digelar pada Sabtu (30/5).

Berdasarkan data itu, maka LSI menilai Bali termasuk satu dari 158 area di mana warganya bisa kembali bekerja. Tidak kah itu berbahaya karena virus corona masih ada?

Baca Juga: Survei LSI: Warga di 158 Wilayah Sudah Bisa Bekerja Mulai 5 Juni

1. Penyebaran virus corona di Bali diklaim relatif terkendali

Tenaga medis melakukan rapid test ke pedagang Pasar Kobong Semarang. Dok. Pemkot Semarang

Ikrama menjelaskan, strategi Bali dalam penanganan COVID-19 sudah diubah. Sejak awal pandemik, strategi penanganan penyebaran virus corona bersifat top to down. Dengan diikuti keputusan beberapa wilayah lain memberlakukan PSBB, maka pergerakan ke Bali pun juga terbatas. Masyarakat juga diminta tetap berada di rumah dan pemda diklaim secara aktif melakukan kontrol terhadap penyebaran virus. 

“Sejauh ini strategi yang dilakukan memang menunjukan bahwa penyebaran virus relatif terkontrol. Namun strategi ini membutuhkan waktu yang lama. Mengingat populasi Indonesia yang padat dan geografisnya yang berpulau-pulau, dibutuhkan peran serta masyarakat yang lebih luas untuk mengontrol penyebaran virus. Kontrol penyebaran bisa dilakukan secara bottom-up,” ujar Ikrama.

2. Bali merupakan model strategi berbasis pengawasan grassroot

Proses mengantarkan pasien ke Rusunawa Penajam Paser Utara. Dok.BPBD PPU

Ikrama melihat Bali mampu mengendalikan penyebaran virus secara aktif karena dilakukan oleh organisasi dari level terbawah yang bersentuhan dengan masyarakat yaitu RT/RW atau desa. Sehingga tak perlu lagi menutup wilayah atau kota yang lebih luas.

Jika terdapat wilayah yang dikategorikan zona merah penyebaran virus, wilayah tersebut dikontrol lebih ketat. Kontrol berbasis klaster seperti ini memang mensyaratkan adanya peta atau mapping wilayah yang akurat dari pemerintah. Di area mana saja yang masuk zona hijau (tak ada kasus), kuning (sedikit kasus) dan merah (banyak kasus).

“Bali merupakan model strategi berbasis pengawasan grassroot. Sehingga walaupun tanpa memberlakukan PSBB, data harian di Bali sejak awal Mei 2020 hingga saat ini menunjukkan tren menurun. Data rata-rata kematian akibat COVID-19 di Bali juga lebih rendah dibanding data rata-rata kematian di level nasional,” ujarnya. 

3. 158 wilayah di Indonesia telah siap masuk ke kondisi #normalbaru

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (15/5/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Ikrama mengatakan, pada (5/6) warga yang bermukim di 158 wilayah di Indonesia bisa kembali bekerja secara bertahap. Area itu tersebar dari Aceh hingga Papua. Daerah tersebut, diklaim LSI, sudah siap untuk memasuki era normal baru. 

Kendati virus corona masih menghantui, warga bisa kembali bekerja dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat. Sektor bisnis berskala besar, menengah dan kecil dapat kembali beroperasi dengan panduan kesehatan di tempat kerja masing-masing.

"Dengan demikian, Indonesia mampu memulihkan ekonomi lebih cepat dan sekaligus menghindari melonjaknya kasus baru di mana mereka akan terpapar virus corona,” tutur dia lagi. 

4. Ada 124 wilayah yang warganya dinyatakan belum terpapar COVID-19

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (15/5/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

LSI Denny JA menjelaskan ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan mengapa Indonesia bisa kembali bekerja pada 5 Juni. Pertama, kata Ikrama, wilayah yang dibuka adalah wilayah yang penyebaran virus coronanya relatif terkontrol. Dari riset yang dilakukan LSI Denny JA, ada 158 wilayah di Indonesia yang warganya dinyatakan siap untuk bekerja kembali.

"158 wilayah ini (penyebaran kasus virus coronanya) relatif terkontol," kata Ikrama. 

158 wilayah tersebut terdiri dari tiga gabungan kategori wilayah yaitu 124 wilayah Indonesia yang sejak awal pandemik COVID-19 masuk ke Indonesia hingga saat ini belum ada laporan warganya terpapar virus corona. Kemudian 33 area yang tak memperpanjang PSBB dan Provinsi Bali. 

Baca Juga: Mal Mulai Dibuka 5 Juni, Anies: Itu Imajinasi, Itu Fiksi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya