TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ICW Beberkan 8 Kasus Bukti Impunitas dan Reformasi Polri Tak Tuntas

ICW desak Kapolri proses pidana anggota calo Bintara

Rangkaian penyambutan Bintara Remaja Baru Nusantara Polres PPU, Jumat 2/12/2022 (IDN Times/Ervan)

Jakarta, IDN Times - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polisi yang terdiri dari ICW, YLBHI, KontraS, ICJR, AJI, dan PBHI Nasional membeberkan delapan kasus bukti impunitas dan reformasi polisi yang tak pernah tuntas.

Hal ini terlihat setelah kasus eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Polri dinilai tidak pernah sungguh-sungguh mengoreksi dan mengevaluasi terlebih mereformasi institusinya.

“Kepolisian seolah-olah bebal dan kritik publik menjadi sangat relevan yang menyatakan bahwa ada permasalahan serius di tubuh Kepolisian sehingga harus direformasi secara struktural, instrumental dan kultural,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto lewat keterangan tertulisnya, Jumat (27/3/2023).

Baca Juga: 5 Polisi Calo Penerimaan Bintara Polda Jateng Tidak Dipecat 

1. Kasus 5 polisi calo seleksi Bintara Polda Jateng membuka borok Polri

(Proses seleksi pemeriksaan berkas calon Bintara dan Akpol di Polres Muba) IDN Times/Istimewa

Agus menjelaskan, baru-baru ini publik kembali dikejutkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terhadap lima polisi calo seleksi penerimaan siswa Bintara Angkatan 2022.

Dari tindakan tersebut, mereka hanya dikenakan sanksi etik yang beragam mulai dari demosi, penempatan khusus, dan penurunan jabatan satu tingkat hingga potongan tunjangan.

“Sanksi etik minus pidana melanggengkan impunitas polisi. Kami menilai Kepolisian tidak pernah serius melakukan penindakan terhadap perilaku koruptif anggotanya. Alih-alih menindak, pendekatan yang diambil hanya sebatas memberi sanksi etik yang menurut kami akan melanggengkan impunitas dan tidak menimbulkan efek jera (deterrent effect),” ujar Agus.

Seharusnya, menurut Agus, baik sanksi etik dan pidana harus dilakukan secara paralel. Kepolisian seharusnya juga mengedepankan penegakan hukum pidana.

“Karena tindakan yang dilakukan oleh para anggota kepolisian secara berjamaah tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai pidana korupsi dan atau pidana dalam jabatan sebagaimana ketentuan pasal 5 ayat (1) dan/atau Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” imbuhnya.

2. Ada 8 kasus bukti Polri belum berbenah diri

Sujud syukur rangkaian penyambutan Bintara Remaja Baru Nusantara Polres PPU, Jumat 2/12/2022 (IDN Times/Ervan)

Agus kemudian membeberkan delapan kasus, dimana Polri menghukum anggotanya yang melakukan tindak pidana melalui pendekatan etik tanpa proses hukum pidana.

1. Kasus penerimaan anggota Polri dengan hasil pungli hampir mencapai Rp2 Miliar yang melibatkan anggota Polisi di Polres Rote Ndao di Nusa Tenggara Timur (NTT) 2022

2. Kasus tujuh Perwira Polisi dan seorang PNS yang diduga terlibat pungli dalam penerimaan calon Brigadir Polisi tahun 2016 dan Sekolah Inspektur Polisi Sarjana tahun 2017 di Sumatera Selatan

3. Kasus dugaan suap dan penggelapan dalam jabatan perkara narkotika, yakni eks Kapolres Bandara Soekarno-Hatta yang hanya mendapatkan sanksi etik tanpa pidana

4. Kasus dua terdakwa dalam kasus penyerangan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang masih menjadi Anggota Aktif meski terbukti melakukan tindak pidana

5. Kasus Iptu TK yang berkali-kali melakukan kekerasan terhadap masyarakat di Ambon hanya dijatuhi sidang etik berupa pemecatan tidak dengan hormat (2022)

6. Kasus Penyiksaan M. Fikry dkk oleh Anggota Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi yang sampai sekarang tidak ditindaklanjuti (2022)

7. Kasus Penyiksaan yang dilakukan enam aparat Polres Tanah Datar Sumatera Barat terhadap Viora Andika hanya diberi sanksi berupa permintaan maaf kepada institusi kepolisian dan korban secara lisan (2021)

8. Kasus Unlawfull Killing dua mahasiswa Universitas Halu Oleo hanya sampai sidang etik dengan sanksi teguran lisan hingga penundaan kenaikan pangkat (2019)

“Semakin jamaknya impunitas di tubuh Kepolisian tentu bertentangan dengan prinsip jaminan ketidakberulangan dalam HAM (guarantees of non recurrence) dan lebih jauh dari itu menunjukkan bahwa Kepolisian tidak memiliki kemauan yang serius dan tidak bersedia di reformasi secara struktural, instrumental dan kultural,” ucap Agus.

Baca Juga: Polri Temukan Miliaran Rupiah dari 5 Polisi Calo Bintara Polda Jateng

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya