TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Meski Banyak Diprotes, RUU Minerba Siap Disahkan DPR Siang Ini

DPR dan pemerintah dianggap memanfaatkan situasi pandemik

TKA sedang bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon)

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) revisi UU Nomor 4 Tahun 2009, akan dibahas di tingkat ll atau pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (12/5) siang.

Seperti jadwal yang tertulis dalam agenda DPR RI hari ini, rapat paripurna tersebut akan digelar pada pukul 14.00 WIB. Komisi VII bersama pemerintah telah mengambil keputusan pada pembahasan tingkat I, kemarin.

Lalu, bagaimana perjalanan RUU Minerba yang akan disahkan pada masa pandemik virus corona atau COVID-19 ini?

Baca Juga: Seberapa Penting Pembangunan Smelter Minerba di Indonesia

1. RUU Minerba terdapat 235 Daftar Inventaris Masalah (DIM) dengan rumusan tetap

Rapat Paripurna DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Pembahasan RUU Minerba dimulai dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Vll DPR dan pemerintah yang dipimpin Menteri ESDM pada 13 Februari 2020. Dari 938 Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah, terdapat 235 DIM dengan rumusan tetap sehingga langsung disetujui sesuai dengan rumusan. Sedangkan 703 DIM lainnya merupakan substansi yang belum disetujui sehingga dibahas lebih lanjut dalam panitia kerja (Panja).

Panja RUU Minerba yang dibentuk pada 13 Februari 2020 memulai tugasnya dengan rapat internal panja pada 10 Februari 2020, dengan melakukan konsolidasi pikir dalam rangka penyamaan persepsi terhadap DIM RUU Minerba yang telah disampaikan pemerintah.

“Selanjutnya dilakukan pembahasan panja bersama tim pemerintah secara intensif dimulai pada 17 Februari 2020 hingga 6 Mei 2020,” kata Wakil Ketua Komisi Vll DPR Eddy Soeparno, saat membacakan hasil rapat secara virtual, Senin (11/5).

2. DPR dan pemerintah memanfaatkan situasi pandemik COVID-19?

Rapat Paripurna DPR RI Ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 (Twitter/@DPR_RI)

Pengesahan RUU Minerba di tengah situasi pandemik COVID-19 ini menuai protes banyak pihak, lantaran dianggap memanfaatkan situasi agar lolos dari perhatian masyarakat.

Seperti Koordinator Kampanye Walhi Edo Rakhman yang mengatakan keputusan DPR dan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan dan mengesahkan RUU Minerba, bukti negara mewakili kepentingan investor batu bara dibandingkan mendengarkan aspirasi korban industri pertambangan serta rakyat yang memilihnya.

“Alih-alih memprioritaskan penyelamatan rakyat di tengah krisis pandemik COVID-19, DPR-pemerintah justru menyediakan jaminan (​bailout), dan memfasilitasi perlindungan bagi korporasi tambang,” kata Edo saat dihubungi, Selasa (12/5).

Edo juga menyayangkan rapat-rapat yang digelar Panja RUU Minerba selama ini dilakukan melalui sidang-sidang tertutup, dan tidak membuka ruang bagi masukan masyarakat.

Penambangan galian C di lereng Merapi. (IDN Times/Rahmat Arief)

3. RUU Minerba dianggap mempermudah izin perusahaan tambang batu bara

Operasional di PT Agincourt Resources (PTAR) Tambang Emas Martabe (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Edo juga menyoroti beberapa pasal yang dinilainya menjadi bailout untuk perusahaan tambang. Misalnya, Pasal 169A perpanjangan Kontrak Karya (KK) tanpa melalui pelelangan. Pasal 6 yang mengatur perizinan perusahaan batu bara diatur pemerintah pusat, yang sebelumnya diatur pemerintah daerah.

“RUU Minerba adalah suatu bentuk bailout​ dari pemerintah untuk melindungi
keselamatan elite korporasi, bukan rakyat dan lingkungan hidup, dengan cara memanfaatkan krisis COVID-19 yang menyebabkan kekosongan ruang aspirasi dan partisipasi publik,” ujar dia.

4. Kemudahan memperpanjang izin telah dinanti enam perusahaan

Ilustrasi bekas lubang tambang (Dok. IDN Times/Istimewa)

Edo menjelaskan, perpanjangan otomatis bagi pemegang izin Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang, yang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batu bara, yaitu Kaltim Prima Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Berau Coal, dan Adaro yang akan habis masa kontraknya tahun ini dan tahun depan.

“Mereka ini diduga masih ingin terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi maut batu bara dan fasilitas lainnya, saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak,” ujar dia.

Selain itu, menurut Edo, juga terdapat definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan, tetapi juga lautan, yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Reklamasi dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana rencana awal. Termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya.

Baca Juga: Pemerintah dan DPR Bahas RUU Minerba Diam-diam

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya