TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rindu Kampung Halaman, Sarjan Rela Mudik Jalan Kaki Ciputat-Lombok

Bermodal Rp380 ribu, mahasiswa ini tempuh perjalanan 17 hari

Perjalanan Sarjan, menempuh Jakarta-Lombok jalan kaki (Dok. Sarjan)

Jakarta, IDN Times - Rindu Sarjan (21) akan kampung halamannya tak terbendung. Empat tahun sudah, ia melewatkan kesempatan untuk menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya yang berada di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Tahun ini, dia bertekad bulat untuk pulang ke kampung halaman, berkumpul bersama keluarga tercinta sebagaimana idaman setiap insan menyambut Lebaran.

“Kebetulan kampus libur, gak ada kerjaan juga. Di kosan sendirian, teman udah pada mudik,” ujar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini kepada IDN Times, Kamis (14/5).

Apa lacur, tahun ini datanglah pandemik COVID-19 yang hingga menjelang waktu mudik belum juga usai. Pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar, razia operasi ketupat digelar di mana-mana.

Apalagi, larangan mudik pun berkali-kali digaungkan pemerintah. Tak ada jalan lain, Sarjan pun memilih mudik dengan berjalan kaki.

Baca Juga: Mahasiswa di Samarinda yang Gagal Mudik akan Diberi Bansos

1. Hari ketiga berjalan kaki, tubuhnya mulai tak bersahabat

Perjalanan Sarjan, menempuh Jakarta-Lombok jalan kaki (Dok. Sarjan)

Perjalanan ia mulai dari Ciputat pada 26 April 2020. Tujuan utama ditanamkan kuat-kuat dalam benaknya: Pelabuhan Ketapang Banyuwangi Jawa Timur. Tapi berjalan jauh berhari-hari tidak semudah yang dibayangkan.

Tas yang membebani punggung dan bahunya cukup berat. Di hari ketiga perjalanan, tubuhnya mulai tak bersahabat. Lemas. Kaki kanannya pun terluka, lecet akibat gesekan kaki dengan sepatunya.

“Mungkin tubuh saya kaget belum terbiasa jalan jauh. Kaki kanan sakit gak bisa jalan tapi saya paksain. Sebagian baju saya bagiin ke gelandangan supaya beban tas saya ringan,” ujar Sarjan.

2. Bertemu dengan tiga orang senasib

Perjalanan Sarjan, menempuh Jakarta-Lombok jalan kaki (Dok. Sarjan)

Sesampainya di Subang, Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora itu bertemu dengan tiga orang yang senasib dengannya. Hanya beda tujuan mudik. Sarjan mengatakan ketiganya hendak mudik ke Jawa Tengah.

“Mereka abis kena PHK, mau mudik ke Solo, Cilacap, dan Surakarta. Kita berempat ‘nebeng’ truk tujuan Jawa Timur. Sesampainya di Jawa Tengah, mereka turun, tinggal saya sendiri bersama sopir lanjut ke Banyuwangi,” ujar Sarjan.

3. Makan sehemat mungkin, tidur di pinggir jalan

Perjalanan Sarjan, menempuh Jakarta-Lombok jalan kaki (Dok. Sarjan)

Berbekal Rp380 ribu, Sarjan hanya bisa makan sehemat mungkin dan tidur di emperan toko.

“Pokoknya kalau udah jam 10 malam, di mana pun itu saya cari tempat untuk tidur, di pinggir jalan, pelataran toko, atau pos ronda,” kata dia.

Di Jawa Tengah uang Sarjan habis. Beruntung, ada yang bisa dimintai bantuan dalam keadaan darurat itu.

“Kebetulan ada saudara di sana jadi minta ditransferin,” ungkapnya.

4. Pelukan hangat orang tua menyambut Sarjan

(Ilustrasi pariwisata, senja di Bukit Merese, Lombok) IDN Times / Shemi

Menyebrangi Banyuwangi-Lombok, ia masih ikut dengan truk yang ia tumpangi sejak dari Subang. Sesampainya di Pelabuhan Lembar, Sarjan harus turun dari truk karena mereka beda arah tujuan. Dia pun melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki ke rumah saudaranya.

“Sampai sana tanggal 13 Mei malam. Gak taunya, keluarga keburu tau karena ada yang viralin. Akhirnya saya disuruh ke rumah saudara dan minjam motornya untuk ke Bima,” kata dia.

Sesampainya di rumah yang sangat ia rindukan, kedua orang tuanya memeluk erat Sarjan. Meski sudah tidak terkejut, orangtua Sarjan tidak menyangka anaknya bisa sampai Lombok dengan berjalan kaki.

"Bukan niat saya mau viral atau apa, tapi emang saya punya niat pulang kampung jalan kaki,” kata Sarjan.

Baca Juga: Usai Larangan Mudik, Menteri Agama Imbau Salat Idulfitri di Rumah Aja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya