TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tolak UU Cipta Kerja, WALHI Absen Hadiri Rapat Bersama DPR RI

WALHI enggan terlibat pembahasan lanjutan UU Cipta Kerja

Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati (Tangkapan Layar YouTube WALHI Nasional)

Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) absen dari Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IV DPR RI, dengan agenda acara pembahasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) terhadap pelaksanaan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

“Kami menilai bahwa produk regulasi ini inkonstitusional, dan kami menolak terlibat dan dijadikan justifikasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam proses-proses tersebut,” kata Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati lewat keterangan tertulis, Kamis (12/11/2020).

Baca Juga: Tampung Masalah UU Cipta Kerja, Mahfud MD Siap Bentuk Tim Kerja

1. WALHI menilai UU Cipta Kerja cacat prosedur dan proses formil

Ilustrasi pohon tumbang. Istimewa

Nur Hidayati menilai, UU Cipta Kerja cacat secara prosedural dan proses formil. Bahkan menabrak undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Secara materiil, hampir secara keseluruhan undang-undang ini bermasalah, melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, dipaksakan isinya tanpa memiliki landasan, dan secara terang benderang merupakan bagian dari State Capture Corruption,” ujarnya.

2. UU Cipta Kerja membiarkan eksploitasi kawasan hutan

(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Dalam konteks subtansi pembahasan RDPU, setidaknya ada tiga hal yang paling bermasalah menurut Nur, termasuk kaitannya dalam UU Cipta Kerja. Pertama, UU Cipta Kerja melakukan ‘pemutihan’ kejahatan korporasi, dengan membiarkan keterlanjuran industri ektraktif dalam kawasan hutan.

“Alih-alih mengatur penegakan hukum, justru diberi ruang waktu untuk melengkapi administrasi hingga tiga tahun,” ujarnya.

Baca Juga: Walhi Tolak Hadiri Rapat dengan DPR Bahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya