TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wedding Organizer Terpuruk Saat Pandemik, 6 Bulan Tanpa Pemasukan

Wedding Organizer terdampak cukup parah selama pandemik

Pernikahan di tengah pandemik virus corona di Indonesia (IDN Times/Candra Irawan)

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pernikahan dan Gaun (APPGINDO), Andie Oyong, mengakui pandemik virus corona turut menekan bisnis wedding organizer (WO), termasuk di Jakarta. Apalagi, dengan adanya sejumlah pembatasan yang diterapkan untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Ia mengaku tak menyangka bulan Maret 2020 menjadi permulaan keterpurukan industri pernikahan. Selama enam bulan lamanya, hingga sekitar Agustus 2020, Andie bersama pengusaha WO lainnya di Jakarta tak bisa berbuat apa-apa karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Sebelum bulan tiga (Maret 2020) semua berjalan normal. Tetapi, praktis tidak bisa melakukan apa-apa sejak bulan tiga, saat PSBB total itu," kata Andie pemilik Andie Oyong Project kepada IDN Times, Rabu (3/2/2021).

Hal serupa pun diakui pemilik Tonny & Lifetime WO, Tonny Rusly. Awal pandemik COVID-19 dan PSBB merupakan awal keterpurukan industri jasa perayaan pernikahan.

"Waktu pemerintah menyatakan kita harus PSBB, itu dimulai penderitaan kita semua, apalagi bisnis wedding adalah bisnis yang bersifat untuk ada kerumuman orang, jadi itu berdampak banget," ungkap Tonny secara terpisah.

Baca Juga: Suka Duka Pengusaha Dekorasi Pernikahan Bertahan di Tengah Pandemik

1. Sekitar enam bulan industri jasa pernikahan nihil pendapatan

Tokopedia Fair x Bridestory Fair x Parentstory Fair di ICE BSD, Tangerang. 6 Februari 2020. IDN Times/Ayuningtyas Juliana

Andie mengaku industri WO dan pendukungnya, seperti dekorasi hingga foto, nihil pendapatan sekitar enam bulan lamanya. Sebab, tidak ada kegiatan pesta pernikahan karena PSBB.

Bahkan, ia mengakui, dampaknya ke pengurangan pegawai hingga menutup usaha. Andie mengatakan hal tersebut dialami beberapa rekannya di APPGINDO.

"Yang terpuruk itu dari dekorasi dan katering, itu banyak yang tutup. Dari foto atau video juga sama, ada yang brandnya tutup atau pengurangan," jelas Andie.

"Menyedihkannya, panen itu seharusnya setelah lebaran, tapi begitu lebaran kan masih di PSBB, belum dilonggarkan. Itu otomatis beberapa bulan kita mati suri. Makannya semua dari tabungan, bahkan dari DP-DP yang sudah klien taruh, ya itu otomatis kepakai buat operasional," imbuhnya.

Tak hanya dirasakan penjaja jasa, Tonny menambahkan, para pengantin yang menjadi kliennya juga merasakan kebingungan luar biasa. Pesta pernikahan yang telah dirancang sejak lama, bahkan ada yang lebih dari setahun, mendadak tak bisa digelar karena pandemik COVID-19.

"Pengalaman saya waktu itu, ada pengantin tanggal 28 Maret, sedangkan tanggal 20 kita di-PSBB. Bayangin delapan hari, padahal kita sudah siap-siap untuk wedding, itu sangat terpukul," kata Tonny.

"Karena kita harus ikut aturan pemerintah, akhirnya diundur sampai tahun ini, tapi itu belum terjadi sampai saat ini," imbuhnya.

2. Banting setir usaha kuliner hingga mendengar tangisan pengantin

Ilustrasi dekorasi undangan pernikahan sesuai protokol kesehatan COVID-19 (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Menurut Andie, selama masa awal PSBB itu, rekan-rekannya banyak yang mengambil kesempatan lain untuk menyambung hidup. Ada yang berjualan sembako, ada yang berjualan masker, ada pula yang berjualan kue.

"Dalam kondisi zero income, teman-teman tidak berputus asa, namanya orang kreatif, mereka memikirkan cara supaya dapur ngebul," ungkapnya.

Tonny juga mengatakan, selama masa sulit itu, berpindah fokus ke usaha dua toko rotinya agar tetap bertahan. Ia tak melakukan pemangkasan karyawan di WO, hanya saja diminta untuk work from home (WFH).

"Kita ngerjain apa? Kita ngerjain pengantin-pengantin yang nelepon konsultasi dan menangis, itu aja kerjaan kita. Kemudian mempersiapkan file-file mereka agar tidak hilang, menelepon vendor-vendor yang terkait karena ada penundaan acara," kata Tonny.

3. Menjalankan bisnis di tengah pembatasan

Ilustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Pelonggaran PSBB di Jakarta sekitar Agustus 2020 diakui Andie memberikan secercah harapan. Meski dengan keterbatasan, karena kegiatan pernikahan masih dibatasi sekitar 30 orang dan bertahap bertambah, geliat WO dan pendukungnya mulai terasa.

"Begitu sudah dilonggarkan, sudah boleh akad nikah. Kita sudah merasa ada rasa rindu yang terobati, karena akad nikah elemen-elemen itu kembali berkumpul, yang dari makeup artist sampai dekorasi, sampai katering," kata Andie.

Namun, dengan adanya pembatasan jumlah orang, itu masih berdampak pada berkurangnya pendapatan. Sebab ada pengurangan juga, misalkan jumlah makanan hingga besar dekorasi ruangan.

Andie bersama teman-temannya di asosiasi pun secara konsisten melakukan audiensi terkait protokol kesehatan dalam pesta pernikahan dengan pemangku kebijakan, seperti Dinas Kesehatan serta Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI.

"Kerjaan WO lebih banyak saat wedding pandemik, karena kita harus make sure semua tetap aman dan sesuai protap," tambah Tonny yang juga Wasekjen APPGINDO.

Tonny mengatakan saat ini dalam sebulan setidaknya ada empat pesta pernikahan yang digarap oleh WO-nya. Jumlah itu jelas lebih kecil jika dibandingkan sebelum masa pandemik, apalagi skalanya juga kini menjadi kecil.

"(walau dibatasi) Buat kami pelaku bisnis wedding, pengantin, puji Tuhan, bersyukur masih bisa diberikan kesempatan masih bisa melangsungkan pesta pernikahan. Biar pun dalam keadaan yang terbatas," ucapnya.

Baca Juga: Kisah Fotografer Pernikahan Buka Warung Kopi karena Nihil Orderan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya