Banyak Represi, Inklusi Dalam Gegap Gempita G20 Dinilai Palsu
Perlunya unsur gagasan rakyat di antara para elite
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hajatan besar Indonesia dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 menyisakan pengalaman buruk, dengan adanya dugaan intimidasi yang dilakukan aparat keamanan G20.
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, juga mempertanyakan tagline G20 terkait perwujudan kemajuan yang berimbang dan inklusif. Menurut dia forum ini tidak merepresentasikan keinginan inklusi.
"Ketika berbicara G20 itu forum yang inklusif, nah itu jelas-jelas palsu, kenapa? Yang kita lihat di sana adalah elite yang bersama-sama, dan elite yang ingin kemudian maju tanpa partisipasi dan keterlibatan masyarakat," ujarnya dalam agenda Gegap Gempita G20: Pembungkaman Demokrasi, Solusi Palsu dan Pengkhianatan Konstitusi, Rabu (16/11/2022).
Baca Juga: Amnesty: Intimidasi Terhadap Tim Greenpeace Bentuk Arogansi Negara
Baca Juga: Tim Greenpeace Diintimidasi di Probolinggo, Dilarang Kampanye saat G20
1. Pertanyakan larangan-larangan yang terjadi
Sementara, aktivis HAM Asfinawati bahkan mempertanyakan sejumlah tindakan represi yang terjadi pada sejumlah pihak. Salah satunya larangan live streaming yang menimpa Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Mereka didatangi saat berkumpul di Bali, ditanyai terkait kegiatan dan dituduh melakukan live streaming.
"Apa salahnya bersepeda, karena teman-teman Greenpeace diberhentikan ketika bersepeda, apa salahnya berkumpul, banyak kawan-kawan kita yang berkumpul diganggu di sana sini, apa salahnya live streaming, karena hal itu yang jadi salah satu inti pengepungan kawan kita YLBHI, ketika ada orang pertama datang bertanya 'ada live streaming', apa masalahnya dengan live streaming," ujar dia.
Baca Juga: Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di Bali