Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di Bali

Dikaitkan dengan pembatasan agenda G20

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diduga mendapat tindakan pengepungan dan pembubaran paksa saat berada di Bali. Hal ini terjadi saat YLBHI melakukan rapat internal kelembagaan sekaligus gathering di sebuah Villa di Sanur Bali.

"YLBHI menyatakan bahwa aparat kepolisian bersama kelompok masyarakat yang mengaku aparat desa dan pecalang telah melakukan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia," tulis pengurus YLBHI dalam keterangan tertulis, Senin (14/11/2022).

Sebelumnya juga dijelaskan sejak 7 November 2022 Pengurus YLBHI diundang dan hadir dalam forum-forum konferensi lainnya seperti Asia Democracy Assembly 2022 yang diselenggarakan oleh Asia Democracy Network (ADN) dan South East Asia Freedom Of Religion and Belief (SEA FORB) Conference di Bali.

"Kami mengingatkan kembali dengan tegas agar seluruh alat negara selama G20 menghormati Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, utamanya hak kemerdekaan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara tanpa terkecuali. Upaya hukum yang perlu akan kami tempuh jika hal tersebut tidak diindahkan," ujarnya.

1. Aparat datangi vila dengan argumen pembatasan kegiatan selama G20

Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di BaliUpacara pembukaan G20 Indonesia (g20.org)

Pada saat rapat berjalan, pada Sabtu 12 November 2022, sekitar pukul 12.30 WITA ada sejumlah orang datang dan mengaku sebagai petugas desa bersama dengan beberapa orang berbaju preman, mereka masuk ke vila dan merekam dengan telepon genggam.

Mereka menerima pertanyaan soal kegiatan, jadwal kepulangan para peserta rapat, serta berulang kali menyampaikan bahwa ada pelarangan melakukan kegiatan apapun selama  pertemuan G20.

"Padahal dalam Surat Edaran Gubernur Bali tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dalam penyelenggaraan G20, diatur bahwa pembatasan kegiatan hanya diterapkan untuk beberapa kegiatan secara spesifik dan di wilayah tertentu. Setelah mendengar penjelasan dari pihak YLBHI, mereka pergi dan rapat pun berlanjut," ujar pengurus.

Baca Juga: Imigrasi Bakal Deportasi WNA yang Rusuh di KTT G20

2. Dugaan intimidasi dan bentakan pada pengurus YLBHI

Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di BaliPeserta delegasi negara G20 berbincang-bincang sebelum memulai rapat pertemuan Digital Economy Working Group (DEWG) Presidensi G20 di Yogyakarta, Kamis (19/5/2022). Pertemuan DEWG Presidensi G20 hari ketiga mengangkat tema "Workshop on the G20 Toolkit Measuring Digital Skills and Digital Literacy". ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Kemudian, selang setengah jam, petugas vila meminta surat pernyataan soal kegiatan yang dilakukan. Kemudian sekitar pukul 17.00 WITA, puluhan personel kepolisian tidak berseragam bersama petugas desa dan kelompok orang yang mengaku pecalang masuk ke vila dan menyebut YLBHI melakukan siaran live.

"Mereka memaksa YLBHI untuk menghentikan pertemuan, membubarkan acara, meminta KTP, dan hendak melakukan penggeledahan juga memeriksa seluruh gawai (laptop dan telepon genggam) seluruh peserta dan lokasi acara," kata Pengurus.

YLBHI menolak permintaan tersebut karena jelas seluruh tindakan tersebut melanggar hukum dan hak asasi manusia, sebab mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukannya dan tidak ada surat perintah penggeledahan resmi yang diberikan. Selain itu ada dugaan intimidasi dan bentakan pada pengurus YLBHI dengan alasan tidak ada izin dari desa setembat.

Kemudian disebutkan juga bahwa sedang ada pembatasan oleh pemerintah di seluruh wilayah Bali. YLBHI sudah memeriksa bahwa daerah villa tersebut tidak masuk dalam lokasi pembatasan. Para staf YLBHI sempat tidak diperbolehkan untuk keluar vila. Baru pada pukul 20.00 WITA sebagian peserta kembali ke vila, bahkan selama perjalanan, mereka dibuntuti dengan sepeda motor dan ada juga yang mengawasi di vila sepanjang malam hingga siang.

3. Dilarang dan dibuntuti hingga bandara

Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di BaliBandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. (dok. Angkasa Pura I)

YLBHI menduga kuat aparat keamanan menekan petugas-petugas desa untuk mendatangi dan melakukan tindakan-tindakan di atas. Bahkan pada Minggu 13 November 2022, satu orang yang hendak pulang dan akan ke bandara dilarang oleh beberapa orang yang mengaku pecalang. Dia diminta menunggu hingga jam 9 namun tetap tidak diberikan.

Perwakilan YLBHI sempat menghubungi pihak Polda Bali dan Polsek dan mereka menyatakan akan segera datang ke vila, namun hingga 11.12 WITA polisi tidak datang.

"YLBHI menyampaikan kepada dua orang yang mengaku pecalang bahwa tindakan menahan anggota YLBHI dengan tidak memperbolehkan mereka keluar vila adalah bentuk perampasan kemerdekaan dan merupakan bentuk tindak pidana," ujar pengurus.

Sekelompok orang yang tidak teridentifikasi identitasnya, berkumpul di depan vila. Mereka disebut meneriaki dan mengintimidasi anggota YLBHI yang meninggalkan vila. Kedua mobil yang digunakan YLBHI saat itu langsung dibuntuti sejak keluar vila oleh lima orang yang mengendarai tiga sepeda motor dan satu mobil sampai ke bandara I Gusti Ngurah Rai.

Baca Juga: Rapat Internal YLBHI di Bali Dibubarkan Paksa oleh Aparat Keamanan

4. Dugaan pelanggaran dan pidana yang dilakukan sejumlah pihak

Kronologi Dugaan Pembubaran Paksa dan Intimidasi YLBHI di Baliilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Perlakuan ini kata YLBHI melanggar sejumlah hukum dan HAM, mulai dari larangan berkumpul dan mengeluarkan pendapat pada pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 dan tindak pidana merampas kemerdekaan orang secara melawan hukum dengan ancaman maksimal delapan tahun penjara berdasarkan Pasal 333 ayat (1) KUHP.

"Tindakan kelompok masyarakat yang mengaku pecalang merupakan tindakan melanggar hukum. Hal ini sangat membahayakan negara hukum, demokrasi dan Hak Asasi Manusia," ujar pengurus.

YLBHI juga mengecam aksi premanisme yang dilakukan oleh sekelompok orang. Keseluruhannya merupakan bentuk aksi anti demokrasi serta kejahatan sistematis. Seluruh tindakan tersebut justru kontraproduktif dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan Bali dalam kondisi aman selama G20.

"Oleh karenanya kami mendesak Pemerintah, khususnya Kepolisian untuk meminta maaf secara terbuka dan mengusut seluruh pelanggaran/kejahatan, dan tindakan anti demokrasi yang terjadi dalam pembubaran rapat internal dan gathering YLBHI. Selain itu kami juga mendesak agar seluruh pelaku, baik kepolisian maupun kelompok lainnya ditindak tegas," ujar YLBHI.

 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya